Kamis, 13 Desember 2012

Bill the Builder


Bill datang ke Bali, tepatnya Ubud, setelah memutuskan untuk pensiun. Pekerjaannya yang dulu adalah jual beli properti, dan dia adalah seorang pengusaha yang sukses. Istrinya yang masih muda punya usaha sendiri dan masih ingin berkarir. Dia tidak mau menyertai Bill tinggal di Bali. Apa yang bisa dilakukannya di Bali? Dia pasti akan segera menjadi bosan. Karena itu Bill meninggalkan istri dan apartemennya yang indah di Australia dan memulai hidup barunya di Ubud. Langkah pertama yang dilakukannya adalah mencari rumah untuk disewa. Dia mendapatkan rumah besar berlantai dua, sebenarnya terlalu besar untuknya karena dia hidup sendiri, lengkap dengan kolam renang. Setelah itu dia membayar sebuah agen untuk mengurus untuk mendapatkan KITAS.

Tidak ada kegiatan penting yang dilakukannya sehari-hari. Dia amat jarang makan di rumah, bahkan untuk sarapan dia pergi ke kafe atau restoran favorit. Di beberapa restoran ini dia sudah jadi pengunjung tetap dan pelayan restoran selalu melayaninya dengan ramah walaupun hanya untuk secangkir kopi dan membiarkannya duduk di meja berjam-jam lamanya. Dia juga berkenalan dengan banyak orang. Dia jatuh cinta pada beberapa perempuan muda yang cukup pantas menjadi anaknya, dan mengejar-ngejar mereka. Beberapa nama perempuan ini menjadi akrab di telinga saya, seperti Diane si guru yoga, Sara si penulis buku perjalanan, dan Robin yang saya lupa apa profesinya. Saya mendapat kesan bahwa mereka ini sedikit mempermainkannya dan jual mahal. Walaupun Bill sering mengajak makan malam mewah lengkap dengan minuman anggur, ceritanya penuh dengan keraguan mengenai kelanjutan hubungannya dengan ketiga perempuan itu. Saya sampai bilang, sudahlah, cepat putuskan siapa pilihanmu. Tapi kalau perempuannya yang tidak mau ya itu soal lain.

Akhirnya Bill merasa bahwa yang diperlukannya adalah sebuah rumah baru. Rumah ini diperuntukkan bagi dirinya sendiri. Semua proses mulai dari mencari dan membeli tanah, mengawasi pembangunan sampai jadi, dan melengkapinya dengan mebel akan dilakukan sendiri. Mencari tanah tidak terlalu sukar. Asal ada uangnya, orang-orang setempat siap menjual tanah milik keluarga. Semakin bagus lokasinya semakin mahal harganya. Walaupun saya menggunakan kata 'menjual', sebenarnya yang saya maksud adalah menyewakan, biasanya minimal selama 20 tahun, karena orang asing tidak diperkenankan untuk membeli tanah.

Setelah melewati berbagai proses yang disebutnya tetek-bengek, yaitu membuat akta jual beli dan mengurus ijin pembangunan, sebuah acara selamatan khas Bali diadakan. Bill mengenakan pakaian adat Bali lengkap. Saya agak kecele di sini. Saya kira akan diundang pesta makan-makan, ternyata yang disuguhkan adalah ayam bakar bekas sesajen yang cuma dialasi koran serta diletakkan di tanah yang ditawarkan oleh pemilik asli tanah. Kami mati-matian menolak, tapi seorang perempuan Inggris ketiban sial dan terpaksa membawa ayam ini pulang dan kebingungan sendiri ayamnya mau diapakan. Lalu kami beramai-ramai pergi ke restoran dan makan siang di sana.

Bill bersemangat sekali dengan pembangunan rumah barunya. Dia yakin bahwa rumahnya akan selesai dalam waktu tiga bulan. Setelah tiga bulan terlewati dan rumahnya masih jauh dari selesai, dia harus menambahnya jadi 5 bulan, 7 bulan, 9 bulan,.... Waktu bulan puasa hampir tiba dia kuatir. Dia bertanya pada saya, apakah bulan puasa ini akan mempengaruhi kinerja para pekerjanya yang sebagian berasal dari Jawa? Saya bilang bahwa para pekerja kasar seperti mereka biasanya tidak berpuasa. "Oh, apakah itu karena mereka tinggal di Bali? Apa mereka juga tidak puasa seandainya tinggal di Indonesia?" Pertanyaan seperti ini sering membuat saya capek. Apa saya harus selalu memberi tahu bahwa Bali itu termasuk Indonesia?

Sekalipun sibuk dengan rumahnya dan terus berada di lokasi pembangunan di siang hari, malamnya Bill selalu siap beredar untuk menebarkan pesona. Heran juga saya, kenapa belum ada satu pun perempuan yang berhasil ditaklukkannya. Selalu saja muncul nama baru dan cerita Bill yang begitu penuh semangat tentang seorang perempuan kemudian berubah jadi ogah-ogahan di waktu yang lain untuk berubah jadi bersemangat lagi dengan seorang perempuan baru. Saya rasa perempuan-perempuan ini juga tidak bodoh. Daripada mengikatkan diri pada laki-laki yang masih berstatus menikah dan berumur jauh lebih tua, lebih baik memanfaatkannya saja untuk membiayai beberapa kegiatan yang menyenangkan. Ketika istri Bill datang mengunjunginya di Ubud, saya mengira hampir saja terjadi perang terbuka antara dua perempuan, yaitu istrinya dan Sara yang masih juga dikejar-kejarnya. Waktu itu kami sedang sarapan di sebuah kafe dan Sara yang ada di kafe yang sama datang mendekat. Rupanya Sara dan istri Bill sudah dikenalkan dua hari sebelumnya. Sara menyapa kami dan bahkan memeluk istri Bill. "How are you?" tanyanya. "Oh, fantastic!" istri Bill menjawab dengan ekspresi berlebihan yang sering saya lihat dilakukan oleh banyak perempuan ekspat di sini. Sampai sekarang ekspresi ini tidak pernah bisa saya tirukan. Terlalu lebay, ah.

Istri Bill bilang bahwa Bill terlihat sangat sehat dan bahagia tinggal di Ubud. Membangun rumah benar-benar cocok untuknya. Bill jadi punya kegiatan dan tidak cuma lontang-lantung sampai bosan setengah mati di sini. Bahkan kedua suami-istri ini sudah membuat kesepakatan bahwa si istri akan mengunjunginya dengan teratur, setiap lima minggu sekali. Bill juga akan pulang ke Australia di sekitar Natal selama tiga minggu. Wah, ini benar-benar kemajuan untuk Bill. Mungkin pada dasarnya dia orang yang menyukai kehidupan berkeluarga. Dia pernah menunjukkan sebuah foto pada saya yang menampakkan empat orang perempuan. Dua bekas istri, satu istri, dan satu anak perempuan. Dia bangga sekali waktu itu, dan mengatakan ketiga istrinya saling rukun dan bersahabat. "Itu karena saya baik terhadap mereka," tambahnya.

Tak lama setelah itu Bill memutuskan bahwa membangun rumah akan dijadikannya sebagai profesi. Dia akan membeli dan membangunkan rumah untuk orang lain. Katanya dia bisa mendapat untung besar sekali. Terus terang saya ngeri mendengarnya. Saya tahu bahwa orang begitu mudah melepas tanahnya. Himbauan agar orang lebih baik menyewa dan bukan membangun rumah yang akan ditempati hanya beberapa minggu dalam setahun, atau himbauan untuk tidak membeli tanah yang tadinya adalah sawah, sepertinya sia-sia saja.

Lama tidak bertemu dengan Bill, suatu hari saya melihatnya sedang makan siang di restoran. Saya dan teman saya diperkenalkannya pada teman makannya. Ternyata orang itu adalah klien yang minta dibangunkan rumah oleh Bill. Teman saya berkomentar, "Nah, karena sekarang kalian berdua sudah masuk dalam bisnis properti di Bali, saya yakin kalian tentu akan peduli dengan kelangsungan ekologis dan membangun rumah yang ramah lingkungan di sini." Bill memandang teman saya itu dengan dingin. "Apakah saya pernah mengajari kamu melakukan pekerjaan kamu?" tanyanya tanpa minta dijawab.

Jangan ganggu Bill, dia sedang asyik dengan mainan barunya! Tapi kegiatan lamanya mengejar-ngejar perempuan tidak ditinggalkan. Seorang teman yang lain menyuruhnya berhenti saja. "Kamu punya istri yang muda, cantik, dan mandiri. Untuk apa mengejar perempuan itu? Dia tidak mau sama kamu, karena tahu kamu beristri. Lebih baik berikan saja nomor telepon Ursula pada saya." Bill memandang si lancang mulut ini dengan dingin. Katanya, "Kamu sama sekali tidak punya kesempatan untuk mendapat perhatian dari Ursula." Sekali lagi, jangan ganggu dia. Bill tidak bisa dihentikan dan dia akan menantang setiap orang yang mencoba melakukannya.