Kamis, 07 April 2016

Angin, Panas, dan Hujan

Di musim panas yang tidak selesai-selesai setiap hujan terasa seperti berkah. Setelah satu minggu tugas di luar kota, saya sampai di rumah lagi sekitar jam tujuh malam dan cepat-cepat mandi, makan, dan… tidur. Enak sekali rasanya bisa kembali ke tempat tidur di kamar sendiri. Seminggu lamanya saya hampir selalu ada di ruang kalengan. Kamar hotel, taksi, ruang kantor, semuanya ruang tertutup yang berAC. Kalau sekali-sekali keluar dari kantor udaranya panas sekali dan mata jadi silau kalau memandang keluar. Malamnya pasti terbangun dan susah untuk tidur lagi. Sekarang, bisa tidur di ranjang dan kamar sendiri rasanya seperti di surga. Malam-malam saya terbangun. Membuka mata setengah, dan kemudian merem lagi karena masih ngantuk. Angin yang berhembus terasa dingin. Selimut yang tadi malam ditendang keras-keras sekarang ditarik rapat-rapat. Terus berpikir, “Hujan, hmmm…” dan kembali tidur. Suara hujan jadi latar belakang. Saya beneran bangun dalam keadaan sudah segar. Dan untuk kesekian kali masih juga berpikir, “Enak sekali bisa tidur di sini.” Waktu lewat dekat jendela kaca yang gordennya sudah terbuka sejak semalam dan melihat deretan pohon kelapa dan sawah rasanya ingin mengumumkan lagi dengan keras, “senangnya di sini lagi!”

Sayangnya hujan cuma turun sebentar-sebentar dan jarang-jarang. Udara malah sehari-harinya jadi makin panas. Malam hari, kalau sedang siap-siap dandan untuk acara keluar, begitu muka dikeringkan dengan tisu untuk menyerap keringat begitu pula langsung keringatan lagi. Terpaksa krem muka tetap dioles dan diratakan meskipun teksturnya terasa aneh di muka karena basah sekali campur keringat. Kasih bedak saja dan ditepuk-tepuk dengan tisu. Lalu masukkan tisu yang banyak ke dalam tas untuk bekal. Apalagi kalau habis jalan agak lama. Saya jadi suka jalan akhir-akhir ini. Biasanya saya pilih waktu sore hari sekitar jam enam waktu udara tidak panas untuk pergi ke ATM, supermarket atau beli jajanan yang agak jauh. Pulangnya sudah jam tujuh dan agak gelap. Tapi kadang-kadang saya jalan kaki lebih siang waktu udara sedang panas dan harus buru-buru karena jam kursus nari di studio hampir mulai. Akibatnya keringat sebesar biji jagung muncul berderet-deret di dahi, hidung, dan bawah hidung. Sampai di studio saya dikira sakit. Ada yang minta ijin menempelkan tangan di dahi untuk mengecek apa saya demam.

Masih hari yang panas. Saya sibuk kipas-kipas dari tadi dan keringat mengalir di leher meskipun sudah pakai baju tipis. Saya keluar supaya muka dan badan sedikit adem. Percuma. Duduk di teras, jangankan bisa merasakan angin berhembus, di dalam badan serasa ada ovennya dan saya yakin kulit saya juga mengeluarkan uap kalau saja bisa terlihat. Tiba-tiba tanpa peringatan apapun angin mengamuk dan mengeluarkan suara keras whhuuuuuuuushhhhh. Jack terbirit-birit mendobrak pintu yang tertutup tapi tidak dikunci dan langsung meringkuk di pojok. Saya tidak tega mengusirnya keluar. Saya berdiri sambil diam mendengarkan. Seram suaranya. Hujan turun. Saya menyusul Jack ke dalam dan berdiri di bawah tangga. Percikan air menyiram muka. Ternyata jendela di lantai atas terbuka, hujan turun dan dihembus angin masuk ke rumah sampai menciprati saya. Saya lari ke atas. Gorden berkibar-kibar liar dihantam angin. Bersusah payah saya menutup jendela sambil berusaha tidak menjadi terlalu basah. Dari balik jendela kaca saya melihat serombongan burung bangau yang sedang terbang ke arah utara dibalikkan arah terbangnya ke barat oleh angin yang berputar-putar. Mereka mengembangkan dan menegakkan sayap ke arah datangnya angin supaya tidak terhempas dan bersusah payah untuk tetap mengudara. Seekor yang masih berusaha terbang ke utara mengibaskan sayapnya kuat-kuat, maju mundur, naik turun dipermainkan angin. Saya memandang dan mengagumi badai di luar. Langit berwarna abu-abu gelap dan deretan pohon kelapa di kejauhan tidak jelas terlihat dihalangi air hujan yang tiba-tiba menjadi sangat lebat turunnya. Warna-warna cerah dan segar serta cahaya matahari panas tiba-tiba lenyap digantikan energi yang campur aduk, mau tidak mau membuat orang kagum sekaligus takut. Kilat menyambar dan guruh menggelegar. Tidak lama, semua itu berhenti. Hujan dan angin berhenti. Matahari bersinar dan besoknya udara panas lagi berhari-hari.

Sedihnya, hujan yang sangat diharapkan tapi jarang turun itu membuat sawah di depan rumah tidak ditanami. Alang-alang memenuhi sawah sampai tinggi sekali. Padahal petak sawah di sebelah sana sedikit semuanya ditanami dan padinya sekarang sudah siap untuk dipanen. Setiap kali ditanya kenapa tidak tanam padi, jawabannya selalu karena tidak ada air. Padahal air bergemericik mengalir terus di saluran irigasi. Saya tidak pernah kekurangan air untuk mandi dan cuci. Juga untuk menyiram tanaman dengan selang air, walaupun kebiasaan saya adalah berhemat dan berusaha tidak banyak buang-buang air. Tapi rupanya itu masih kurang. Air cukup untuk mengairi sebagian sawah saja, yang lain harus menunggu giliran di musim berikutnya. Kalau untuk perhitungan seperti ini mereka tidak mungkin salah. Subak di Bali sudah terkenal dan bisa dipercaya.

Musim kemarau bagusnya cuma satu. Pohon bugenvil saya bunganya keluar banyak sekali dan warnanya cemerlang, asal saja tidak lupa disirami. Kalau sedang tertimpa sinar matahari yang sangat terik warnanya malah semakin keluar. Kalau musim hujan biasanya yang rimbun daunnya saja. Namun akhirnya perubahan terjadi juga. Sementara orang mulai panen padi di sawah yang duluan ditanami, sawah di depan rumah saya mulai diolah. Rumputnya yang keterlaluan tingginya dipotong dengan mesin yang sudah seminggu baru selesai. Lalu dibajak, dengan mesin juga. Sempat berhenti karena mereka ragu apakah akan diteruskan karena jumlah air belum seperti yang diharapkan. Untung kemudian dilanjutkan lagi. Seseorang ditugaskan untuk mengawasi aliran air. Di sudut sawah bibit padi ditumbuhkan dulu, dan beberapa hari kemudian dipindahkan di seluruh petak sawah dengan jarak tertentu. Nah. Akhirnya ditanami juga. Selain itu udara sudah terasa lebih dingin sekarang, dan dingin sekali menjelang subuh. Angin kencang datang lagi.

Saya tidak terlalu memperhatikan tapi saya yakin sudah beberapa bulan angin kencang ini tidak terdengar. Untuk orang yang baru pertama kali mendengar akan banyak yang mengira itu adalah suara truk di kejauhan. Tapi itu bukan truk. Itu angin. Kalau sedang bertiup, suaranya bisa menyeramkan atau menyedihkan seperti orang melolong, tergantung orang yang mengartikan. Saya sudah terbiasa sekarang, tidak seperti dulu yang agak takut juga mendengarnya. Malah tanpa sadar saya berharap mendengarnya lagi setelah beberapa bulan tidak ada. Jack jadi aneh tingkahnya sebelum angin ini datang. Dia gelisah dan mencium-cium udara. Waktu angin ini benar-benar bertiup dan melolong dia lupa semua aturan dan menghantamkan badannya ke pintu supaya bisa masuk.



Jack sedang suka bersikap aneh. Kemarin waktu pergi ke sawah dia tidak mau ikut ke arah yang saya pilih dan lari waktu dipanggil. Terpaksa saya mengikuti dia ke sawah yang dipilihnya dan dia pergi bersenang-senang semaunya. Saya tidak begitu suka karena di sini rumputnya tumbuh terlalu tinggi, membuat saya berpikir apa yang mungkin ada di baliknya. Saya ingin tahu apa jadinya kalau Jack diikat dengan tali dan saya yang menuntunnya jalan-jalan ke mana saya suka. Sayang saya tidak mungkin tahu, karena pasti tidak diijinkan oleh yang punya. Dia punya prinsip anjing tidak boleh diikat. Saya lihat ke sebelah. Ada bambu setinggi satu meter ditegakkan di antara padi-padi yang kuning. Bambu itu  dikerat runcing ujungnya dan di sana seekor kepiting tertusuk mati. Semeter dari sana daun kelapa diberdirikan. Setiap helai daunnya dipotong pendek meninggalkan hanya lidi, dan di situ ditusukkan juga beberapa kepiting mati. Masih ada beberapa daun kelapa berisi kepiting berdiri agak berjauhan di antara padi. Kepiting memang banyak berkeliaran di saluran irigasi dan pinggir sawah. Apakah ini persembahan untuk dewi padi menjelang panen? Saya merasa seram. Saya panggil Jack tapi suara saya tidak bisa keras. Mana bisa Jack mendengar. Saya panggil lagi dia. Jack tidak mau datang. Dia tetap lari-lari sendiri meskipun sudah melihat saya. Udara terasa berat dan padat dan bisikannya di antara daun seakan menggeram menyuruh saya pergi. Saya putuskan untuk pulang saja, merasa kurang diterima dengan ramah kali ini.

Jumat, 01 April 2016

Jack dan Kucing

Cerita Bergambar

Berkat gojek yang bisa disuruh-suruh bisalah sekali-sekali makan malam macam-macam di rumah





Ada kucing ingin bergabung







Lo mana dia?







Eh udah di sana dia sekarang







Lo ilang lagi?





Guk guk guk! Warf warf! Hffft! Shchsttt! Scruiit! Gubrak & krompyaang!





Mana! Mana kucing tadi?! Udah pergi kan?






Di sana gak ada. Ya, beneran gak ada.






Di sana juga gak ada...yakin!







Sudah... makanlah lagi. Saya jagain di sini siapa tahu kucing brengsek itu dateng lagi.

Saya: Sok tau kamu Jack. Aku kan suka sama kucing tadi <keluh>