Kamis, 02 Januari 2014

Perabot Beroda


Beberapa hari belakangan ini tempat saya kerja sering sekali memanggil teknisi komputer untuk datang. Internet yang ngadatlah, printer yang macet atau kehabisan tinta, program yang macet, layar monitor yang bergaris-garis, pokoknya macam-macam. Teknisi itu, Pak Gus, orangnya kalem sekali. Biarpun disambut dengan teriakan panik, atau ditelpon mendadak dan disuruh datang saat itu saja, dia tidak pernah bingung atau kesal atau apa pun. Karena selalu melihatnya cuek dan dingin, untuk memancing reaksinya saya memikirkan kata-kata apa yang bisa membuatnya sedikit bereaksi. Saya bilang begini, “Pak, kami ini klien yang baik, ya? Baru seminggu saja sudah nyuruh Bapak datang tiga kali. Mestinya dikasih diskon, tuh.” Dengan sangat kalem dia menjawab telak, “Jadual saya jadi berantakan gara-gara sering disuruh datang ke sini.” Sialan. Pintar juga dia menjawab.

Sudah agak lama saya ingin posisi meja saya diputar membelakangi jendela supaya jadi lebih lega. Saya juga sudah dipesankan komputer baru. Waktu Pak Gus datang untuk memasang komputer baru, saya pakai kesempatan itu memintanya menggeser letak meja sekalian. Menurut Pak Gus posisi membelakangi jendela itu kurang bagus karena cahaya matahari akan memantul di layar monitor. Silau. Saya tes dengan menyuruh Pak Gus memegangi monitor berhadapan dengan jendela untuk melihat ada pantulannya apa tidak. “Nggak masalah, kok, Pak,” kata saya. “Tapi sekarang sedang mendung. Kalau matahari sedang terang beda lagi,” jawabnya. Tapi saya yakin dengan keputusan saya. Saya sudah tidak sabar ingin posisi meja yang baru.

Setelah geser sana geser sini mengikuti kemauan saya yang ingin mencoba berbagai macam posisi meja, akhirnya Pak Gus mengatur dua meja kerja saya dalam bentuk huruf L. Dia bukan cuma memasang kabel, printer, dan mengetes komputer, tapi juga memindahkan semua file, alat tulis, buku-buku, dan semua yang berat-berat. Yang agak repot masalah kabel. Dengan pindahnya posisi meja, stop kontak lama tidak bisa digunakan lagi karena terlalu jauh letaknya. Pak Gus sibuk naik-naik meja dan mondar-mandir memecahkan masalah. Akhirnya beres juga. Saya mengelap permukaan meja dengan tisu basah untuk menghilangkan debu lalu duduk di depan layar monitor. Hah! Ada pantulan cahayanya. “Pak Gus, saya nggak suka letak mejanya. Cahaya matahari mantul di monitor,” kata saya. Untuk pertama kalinya muka Pak Gus yang selalu kalem itu bereaksi. Mulutnya melongo, matanya melotot tidak percaya. Saya bisa membaca pikirannya. “Apa?! Jadi mau minta pindah lagi?!  Mbak ini kelihatannya baik tapi ternyata sadis!”

Begitu juga reaksi Paul waktu saya ceritakan kejadian itu. Dia kaget. “Kamu cuma bercanda, kan?” “Nggak,” jawab saya, “memang ada pantulan cahayanya, kok.” Menurut Paul masalah itu dengan gampang bisa dipecahkan. Bikin saja meja beroda. “Jadi, kamu bisa geser meja itu kapan saja kamu mau, sambil mengikuti gerakan matahari dari timur ke barat.” Haduh, saran aneh seperti itu, siapa yang mau dengar? Tapi saya tidak heran saran seperti itu keluar dari mulutnya karena hampir semua perabot di rumahnya beroda. Mulai dari kursi bar, meja komputer, sampai meja kerjanya yang dua buah, semua ada rodanya. Juga meja tamu, sofa, meja berlaci dan lemari pakaian. Cuma tempat tidur saja yang tidak beroda. Tidak masalah untuk perabotan yang aslinya tidak beroda. Dia akan memasang sendiri rodanya. Mungkin pacarnya nanti juga akan dipasangi roda di kakinya. Begitu fanatiknya dia dengan roda. Tapi dia tidak sadar bahwa saya tidak begitu berminat pada idenya. “Gimana kalau saya datang ke kantormu dan memasang roda di semua perabot yang ada di sana? Tukang bersih-bersih pasti senang sekali, lebih mudah membersihkan ruangan yang perabotannya bisa digeser-geser.” Saya pura-pura tidak dengar dan cepat mengubah pembicaraan.

“Pohon apa itu? Dulu tidak ada,” tanya saya sambil melihat ke halaman. Paul bilang itu pohon alpukat. “Alpukat yang dulu?” tanya saya untuk meyakinkan. Katanya memang iya. Pohon alpukat itu dulu diikatnya dan batangnya ditahan supaya tumbuh mendatar ke samping. Dia mengharapkan pohon itu selain tumbuh ke samping, juga akan menumbuhkan cabang-cabang yang tegak lurus ke atas. Dengan begitu cabang-cabang beserta daunnya itu bisa sekaligus menjadi pagar. Tapi pohon alpukat itu punya rencana lain. Dia tidak suka diatur-atur orang. Dengan tenaganya sendiri dia berhasil membebaskan diri dari ikatan dan tumbuh normal ke arah atas. Pohonnya sudah lumayan tinggi sekarang. Paul bilang pohon itu harus ditebang karena tumbuhnya terlalu dekat ke pagar. Akarnya nanti bisa membongkar tembok pagar kalau pohon itu sudah benar-benar besar. Sayang sebenarnya, tapi mau bagaimana lagi.

Kembali ke masalah komputer dan posisi meja, saya memang tidak menyuruh Pak Gus untuk mengembalikan meja ke tempat semula. Saya juga tidak tega kok. Tapi saya sudah cukup terhibur melihat reaksinya yang kaget bercampur takut. Lucu sekali. Sedangkan masalah pantulan di layar monitor, itu juga harus diselesaikan. Saya berpikir sebentar, bagaimana menyusun kata-kata supaya Pak Gus mau memindahkan meja tidak pakai ngambek. Apa menyuruh orang lain saja? Tapi karena saya sebenarnya suka dengan ruang kerja saya yang jadi lebih lega sekarang, kami memutuskan untuk memasang gorden saja di jendela. Saya panggil Pak Putu, pekerja kantor, supaya memindahkan gorden yang ada ke jendela di belakang saya.

Waktu sedang beres-beres bos saya datang. Ini sudah keempat kalinya saya merepotkan orang. Baru beberapa hari kerja di sana saya sudah minta pindah ke pojokan di mana mesin fotokopi diletakkan. Alasannya, banyak orang yang mondar-mandir di depan meja saya untuk pergi ke mesin fotokopi itu, saya jadi tidak bisa konsentrasi. Jadi, mesin fotokopi yang berat itu harus pindah ke ujung ruangan yang satunya lagi. Akibatnya lemari arsip juga harus pindah. Beberapa hari kemudian saya juga minta kaki meja saya dipendekkan. Selain itu saya juga minta dibuatkan meja mini yang diletakkan di atas meja kerja, untuk alas komputer. Dengan begitu keyboard letaknya rendah, sedangkan layar monitor jadi tinggi. Ini perintah dokter, bukannya saya mengada-ada, demikian saya terangkan ke bos saya. Semua ini dituruti. Sekarang, melihat Pak Putu yang sedang repot memasang gorden, bos diam. Entah apa yang ada dalam pikirannya. Mungkin dia jadi mempertanyakan lagi keputusannya sudah mempekerjakan saya, jangan-jangan kerja saya pindah-pindah posisi dan bongkar pasang barang bakalan tidak ada habisnya. Saya coba terangkan bahwa posisi meja saya yang sekarang ini ideal sekali, tapi dia tidak menjawab. Setelah menanyakan sesuatu dia langsung pergi.

Sekarang sudah ada orang yang bilang suka dengan posisi baru meja saya. Katanya ruangan jadi lebih terang. Hm, apa hubungannya, ya? Mungkin maksudnya muka saya jadi lebih bersinar -ehem- karena duduk membelakangi sumber cahaya. Lama-lama bos juga senang. Dulu, kalau sedang perlu data di komputer saya, dia duduk di samping saya yang tempatnya sempit sekali. Setiap kali saya berdiri untuk ambil file dia harus berdiri juga dan keluar dulu untuk memberi jalan. Sekarang, dia bisa duduk di ujung meja yang bentuknya seperti huruf L dengan nyaman. Dia mudah melihat layar komputer karena berada di belakang agak ke samping kanan. Lemari arsip juga pas ada di sebelah kiri saya, tidak perlu lagi keluar meja untuk ambil arsip. Bos juga dapat tempat di meja untuk meletakkan buku dan coret-coret. Sepertinya dia betah duduk bermenit-menit di sana. Nah, kan? Lebih enak begini. Makanya, percaya deh sama saya.