Selasa, 23 Februari 2016

Hidup Harmonis dan Hepi Hepi

[Kenangan Pelangi atau sebuah dongeng]
Adalah suatu tempat di mana anak-anak berkumpul di pagi hari. Mereka datang dari mana-mana. Bermacam-macam rupa dan kelakuannya. Ada yang menangis waktu ditinggal pergi ibunya. Hmm, memang masih kecil sih. Ada yang sudah abege.  Ada yang galak sekali. Ada yang manis dan cantik. Ada yang berambut keriting atau lurus. Ada yang rambutnya pirang atau hitam. Ada yang pendiam, dan ada juga yang berisik. Anak-anak ini harus belajar dengan disiplin. Tapi mereka juga senang bermain dan berolah raga. Mereka makan siang bersama-sama di sebuah bangunan joglo. Ributnya mereka makan! Orang-orang dewasa yang adalah guru-guru mereka menjaga agar suasana agak tertib. Setelah makan, mereka berhamburan dan berpencar di taman.

Taman yang luas tentu saja harus ada orang-orang yang mengurusnya. Orang-orang ini punya tugas dan kedudukan yang berbeda-beda. Yang paling penting tentunya yang memiliki kedudukan paling tinggi. Dialah Pak Khar, ketua sekaligus perencana taman itu. Kalau ada orang yang datang enam bulan yang lalu, tidak pernah datang-datang lagi ke sana dan baru hari ini datang lagi, pasti akan berseru kagum, “Bagus sekali! Beda dengan keadaan enam bulan yang lalu.” Satu hal yang menarik di taman itu adalah jalan setapaknya. Begitu banyak jalan setapak di sana. Pak Khar yang memerintah orang untuk membuat semua jalan setapak itu. Jalan setapak itu ada yang datar, ada yang menurun atau sedikit menaik, dan ada yang berundak-undak membentuk tangga. Ada yang lurus, ada yang sedikit melengkung dan ada yang meliuk-liuk. Ada yang sempit dan ada yang lebar. Ada yang pendek dan ada yang panjang. Ada yang belok ke kiri, ada yang belok ke kanan, ada yang menuju ke atas dan menuju ke bawah. Bahkan ada yang tidak menuju ke mana-mana. Pak Khar suka sekali pada jalan setapak. Kalau ada anak nakal seenaknya saja menerobos semak atau menginjak rumput tanpa melalui jalan setapak, minggu berikutnya di tempatnya menerobos itu akan dibangun sebuah jalan setapak baru. Tapi Pak Khar harus berhati-hati untuk tidak terus membuat dan membuat lagi jalan setapak. Kalau tidak, taman itu akan berubah menjadi simpang siur jalan setapak yang saling memotong ruwet sekali.

Setelah Pak Khar ada lagi yang namanya Pak Gepe. Bisa dibilang dia orang paling penting kedua di taman itu. Karena Pak Khar sering sibuk mengenai hal-hal lain di tempat-tempat lain, Pak Gepe bebas bersikap seperti bos yang sesungguhnya. Pak Khar tidak keberatan karena dia percaya penuh pada Pak Gepe. Pak Gepe senang mengumpulkan semua pekerja dan memberi perintah-perintah. Dia berdiri tegak dengan tangan disatukan di belakang punggung. Matanya menyorot tajam dan kata-katanya tegas. “Kalian harus fokus,” katanya. “Kita bagian penting dari semua kebersamaan yang perlu ditanggapi dengan sepenuh hati. Keberhasilan kita menjadi alat penting dan penyangga dari keberlangsungan keindahan taman ini yang berkelanjutan secara abadi.” Di depannya empat orang pekerja bergerak-gerak dengan gelisah. Bertumpu di kaki kanan, lalu di kaki kiri, dan kembali lagi ke kaki kanan. Tidak seorangpun mengerti apa maunya Pak Gepe. “Baik. Sekarang kalian mulai bekerja dengan mengedepankan beragam kepentingan di mana setiap orang harus fokus untuk menjadikan pekerjaan ini suatu hal yang menggembirakan bagi setiap orang yang memandangnya.” Pak Gepe berbalik kanan dengan tegap seperti yang diajarkan pada anak-anak Pramuka. Pertemuan bubar. Keempat pekerja juga berbalik tapi tak menentu. Pilah bertabrakan dengan Pata. Keta berbisik-bisik pada Kudu. “Jadi kita harus mengerjakan apa sekarang?” Karena Kudu tidak bisa menjawab maka Pata yang bicara. “Kita harus fokus,” katanya. Pilah bergumam tidak acuh, “Betul. Fokus itu penting.” “Benar. Fokus,” Kudu setuju. Akhirnya Keta mengerti. “Iya, ya. Kok bisa lupa? Fokus, itu dia!”

Maka mereka semua menjadi fokus. Kudu fokus menggali tanah untuk ditanami pohon kamboja. Pilah fokus menyiram rumput. Pata fokus memperbaiki pagar yang rubuh. Keta fokus mencampur tanah dengan pupuk. Karena, meskipun mereka tidak becus baris-berbaris dan tidak bisa berdiri tegak ketika diberi wejangan, mereka tahu sekali pekerjaan apa yang harus dilakukan. Taman ini buktinya. Semakin hari semakin enak dipandang. Dengan Pak Khar yang punya berbagai ide brilyan, Pak Gepe yang menjaga agar semuanya fokus, dan empat serangkai yang sibuk bergerak ke sana ke mari walaupun sering diam-diam pergi menyelinap untuk minum kopi, apapun bisa diwujudkan di taman itu. Prestasi mereka yang cukup membanggakan adalah ketika berhasil memindahkan pohon yang sudah tumbuh besar. Karena setiap orang maklum, menanam pohon dari kecil dan menunggunya jadi besar itu sangat membosankan. Ada sebatang pohon yang bagus sekali bentuknya tapi sayang sekali tempatnya tumbuh kurang pas. Pohon ini harus dipindahkan. Mereka semua beramai-ramai mengerjakannya. Bahkan Pak Khar meninggalkan tugasnya yang lebih penting untuk ikut mengerahkan tenaga. Mereka senang ketika pohon ini tetap hidup dan tumbuh segar. Mereka jadi lebih percaya diri dan semakin sering memindahkan pohon. Jangan heran kalau mata seseorang silau ketika memandang keluar dari jendela kantor dan mengeluh, “kalau saja pohon itu berdiri dua meter lebih ke kiri, pasti mataku akan terlindungi,” tiba-tiba saja pohon itu sudah berpindah tempat ke posisi yang dia inginkan besok paginya. Daun-daunnya menahan sinar matahari untuk menerobos langsung.

Ah, siapa itu yang baru saja mengeluh matanya silau? Kita maklum, dia harus duduk di tempat yang sama dari pagi sampai sore. Jadi kalau di siang yang sangat terik matanya silau dia tidak bisa seenaknya pindah tempat. Maka pasukan perkasa yang sanggup memindahkan pohon dalam sekejap adalah pahlawan yang sebenar-benarnya pahlawan. Dia bekerja dalam kantor, berbicara di telpon, memberi keterangan macam-macam untuk orang yang memerlukan. Tak lupa memuji tempatnya bekerja supaya semakin banyak anak-anak kecil yang disekolahkan di sana. Dia juga mengerjakan pekerjaan yang melibatkan formulir-formulir dan file-file. Dia keki kalau ada petugas pemerintahan datang ke sana, karena sering mengurusi hal-hal tidak penting seperti baju yang dipakainya. Kelemahannya adalah sering melewatkan waktu makan dan dua jam setelah jam makan lewat matanya jadi berkunang-kunang. “Aku lapaaar!” serunya.

Akuntan yang duduk di pojokan kantor mengangkat muka mendengar seruan itu namun terus menunduk lagi. “Salah sendiri, ah,” gumamnya tak peduli. Dia sedang sibuk dengan angka-angka. Dijumlahkannya deretan angka-angka itu. Kadang dijumlahkan ke bawah, kadang ke samping, kadang meloncat-loncat. Dia puas ketika penjumlahan ke bawah sama hasilnya dengan penjumlahan ke samping dan menghasilkan angka yang menurutnya sangat bagus serta mengesankan. Selesai sudah satu pekerjaan. Meskipun tadi ada anak rewel yang mencari perhatian di kantor dengan mengeluh keras-keras ibunya lupa menaruh makanan kesukaannya di kotak bekal. Dia ingin ibunya ditelpon saat itu juga, tidak peduli orang sedang sibuk. Akuntan memang kurang punya kesabaran untuk hal tetek-bengek. Mungkin itu kelemahannya. Ada yang mengganggu pikirannya akhir-akhir ini. Pekerjaan yang diserahkannya kepada Administrator beberapa hari yang lalu tidak selesai-selesai atau dijawab lupa kalau ditanya yang lainnya.

 “Semua orang harus harmonis dan didengar. Semua orang harus bahagia” kata Administrator. Dia juga duduk di pojokan tapi pojok yang berbeda.Maka dia berkeliling untuk mendengarkan keinginan orang yang macam-macam dan saling bertentangan. Pekerjaannya besok-besok, yang penting harmonis. Dia senang menyelenggarakan acara-acara, misalnya acara suntik masal. Dia cerah sekali ketika para penyuntik datang jam sembilan pagi. Dibawanya mereka ke ruang khusus. Setelah itu satu orang dijemputnya di kantin, diantar ke ruang suntik dengan menyeberangi taman luas. Selesai dengan satu orang, diseberanginya lagi taman, lalu pergi menjemput orang di lantai dua. Begitu seterusnya. Ketika Akuntan heran kenapa sudah jam dua acara suntik ini belum selesai, dia datang dan melihat enam orang tukang suntik beserta asisten tidak ada kerjaan dan Administrator sedang bercanda ria. Orang yang mau disuntik belum ada. Akuntannya gemes. Hidup Akuntan terlalu keras sih, dulu dia biasa kerja yang pakai deadline tanpa tawar-tawaran. Di sini pekerjaan administrasi yang setengah hari biasa diulur jadi tiga hari bahkan lebih. Yang penting hepiiiii.