Rabu, 11 Mei 2016

Suara Sepi dan Bintang Malam

Dua bulan yang lalu….

Hari ini saya bangun pagi. Matahari terbit dari belakang pohon-pohon kelapa yang  masih berupa bayangan hitam. Langit di balik pohon-pohon itu warnanya oranye menyala, begitu juga awan biru kelabu di atasnya dihiasi dengan warna oranye di sana-sini. Saya buka jendela untuk melihat lebih jelas. Udara yang dingin membuat saya benar-benar bangun sekarang. Terus turun ke lantai bawah untuk duduk selonjoran di teras. Hari masih gelap.  Lama-lama semakin terang namun tetap sepi, tidak seperti biasanya. Ada gonggongan satu kali di depan pintu pagar. Jack minta dibukakan pintu. Terdengar bunyi napasnya yang keras dan kalung di lehernya mendentingkan suara logam. Karena hari ini hari Nyepi saya tidak membuka pintu untuk Jack. Setelah menunggu beberapa menit Jack  pergi lagi dan suara kukunya di jalan setapak semakin jauh. Dia juga tidak terlalu ngotot minta masuk, tidak seperti biasa.

Wind chimes bambu saya bergoyang ditiup angin. Bambunya saling bersentuhan menghasilkan bunyi yang halus sekali. Sekaligus juga terdengar desir angin di telinga, juga sangat halus. Lalu, “brrr…..” seekor burung terbang dari arah kanan, melintas di depan saya terus hinggap di atas daun palem. “Brrr…” dia terbang lagi untuk pindah berdiri di kabel listrik. Tonggeret, serangga berbunyi nyaring yang tidak pernah kelihatan wujudnya tapi sering terdengar waktu hari sedang panas-panasnya, sudah berbunyi padahal ini masih pagi. Banyak sekali yang saya baru tahu. Wind chimes  ternyata sering berbunyi, cuma biasanya bunyinya terlalu halus untuk didengar. Angin tidak perlu bertiup keras dulu untuk terdengar. Kibasan sayap burung yang terbang selalu ada bunyinya. Dan ternyata tonggeret berbunyi juga di pagi hari. Suara-suara yang baru bisa terdengar kalau sepi sekali seperti hari ini.

Ada tawon terbang dekat sekali ke saya. Badan saya sampai mengerut takut disengat. Dia sering datang sebelumnya ke dalam rumah. Atau mungkin salah satu dari teman-temannya yang datang, karena tampang mereka semuanya sama. Sekarang dia terbang menjauh dan berputar-putar di sekitar pohon kembang sepatu yang berbunga banyak. Dari tempat saya berbaring kelihatan kakinya bergerak-gerak dan dada serta kepalanya agak menyeramkan seperti alien. Burung kuning pengisap madu ada di kembang sebelahnya, melayang di tempat dengan sayap bergerak terus. Dia berakrobat dengan kepala di bawah supaya bisa mengambil madu bunga yang tumbuhnya juga terbalik ke bawah. Ayam jago dan anjing suaranya sayup di kejauhan. Hari ini memang harinya alam, harinya tumbuhan dan hewan. Manusia dilarang keluar, dikurung dan diam-diam saja di sarangnya, tidak boleh mengumandangkan suara bisingnya ke mana-mana.

Seekor bebek di sawah senang sekali dengan suasana seperti itu. Dia berkwekkwek dengan bawel, semakin lama semakin keras. Anehnya bebek itu sendirian berbunyi, lama-lama capek sendiri dan akhirnya diam. Waktu saya masuk ke kamar mandi dan cuci tangan di wastafel kedengaran suara burung-burung mencicit pas di atas kepala di atas genteng. Pasti mereka punya sarang di sana. Terdengar suara paruhnya mematuk-matuk dan kaki-kaki berjalan menghentak. Cicit-cicit semakin keras begitu juga suara sayap-sayap yang dikebaskan. Angry birds. Saya sudah lama tahu bahwa sebenarnya banyak burung bukan pecinta damai. Mereka berisik dan suka ribut-ribut. Pasti kartun angry birds dibuat berdasarkan karakter yang benar-benar nyata. Burung-burung di atas atap itu ribut terus dengan paruh mematuk-matuk, kaki menjejak-jejak dan sayap dikibas-kibaskan untuk mengancam yang lain. Saya tinggalkan mereka untuk terus ribut dan menyelesaikan masalahnya sendiri.

Yang saya heran adalah suara kentongan yang suaranya sayup-sayup terdengar di kejauhan. Suara itu sepertinya salah waktu. Sampai akhirnya saya ingat, pagi ini juga ada gerhana matahari meskipun bukan gerhana total. Mestinya sekarang masih berlangsung. Saya naik ke lantai atas supaya bisa melihat dengan jelas. Dengan mengenakan kacamata hitam dan membuat lubang kecil dengan jari-jari tangan supaya bisa melihat melaluinya, cahaya matahari yang menyilaukan bisa tersaring. Matahari kelihatan tidak bulat utuh melainkan tertutup oleh bayangan hitam sebagian. Di luar keadaan jadi redup. Kentongan pun diam tak lama kemudian.

Bingung juga mau mengerjakan apa hari ini. Menyalakan api dan lampu adalah salah satu larangan di hari ini, juga larangan mendengar hiburan, bekerja dan bepergian. Karena saya bukan orang Bali saya rasa saya bebas dari pantangan memasak di hari Nyepi. Rencananya saya mau  masak yang sederhana saja. Kalau rumah sudah saya bersihkan sehari sebelumnya. Saya hidupkan musik tapi pelan supaya tidak terdengar dari luar. Setelah baca-baca sedikit, masak dan makan, saya pergi ke lorong yang tembus dari halaman saya menuju pagar yang membatasi rumah Mawar. Saya lihat dia sedang duduk di tangga makan salad. Kami terus bicara mengenai pompa air yang rusak dan baru bisa diperbaiki besok karena semua kegiatan berhenti hari ini. Mawar menyorongkan mangkuk saladnya melalui jeruji pagar supaya bisa saya cicipi. Setelah itu saya kembali lagi ke rumah.

Sekitar jam lima saya mendengar orang-orang ribut mengobrol di saung yang ada di sawah di belakang rumah. Suaranya terdengar terus lama sekali. Saya pasang musik lagi sambil tiduran di lantai. Sejuknya lantai menembus baju dan terasa dingin di punggung. Lalu saya keluar rumah untuk jalan-jalan sedikit, mumpung matahari masih bersinar. Orang-orang yang berkumpul itu pergi menjauh. Suaranya yang berlogat ibukota nyaring terdengar sampai mereka masuk ke sebuah rumah. Mereka tamu di rumah itu. Pasti buat mereka suasana hari Nyepi ini merupakan sensasi tersendiri, tapi saya akan lebih suka kalau mereka juga menghormatinya dengan bicara pelan-pelan kalau sedang berada di luar rumah. Seorang Bali yang tadi menyertai rombongan dari Jakarta itu menyapa saya dan mengingatkan supaya saya kembali masuk ke rumah sebelum gelap. Sebenarnya saya mau menyindirnya karena sudah membiarkan orang-orang tadi merusak suasana Nyepi tapi sekarang dia malah menyuruh saya cepat-cepat pulang. Tapi saya diam saja dan cuma mengangguk.

Malam sudah datang. Saya keluar untuk berbaring di teras. Di langit saya bisa melihat bintang-bintang yang terlihat lebih cemerlang dari biasanya.  Tapi daun dari pohon-pohon menghalangi pandangan, jadi saya masuk lagi ke dalam rumah dan naik ke lantai atas. Saya buka jendela. Luar biasa. Tidak pernah saya melihat bintang bertebaran sebanyak dan secemerlang itu. Jadi benar apa kata orang. Cahaya lampu di daratan sudah terlalu banyak. Mulai dari lampu rumah yang seringnya dinyalakan secara berlebihan, lampu jalanan dan lampu dari gedung-gedung lainnya. Semua cahaya ini dipantulkan ke langit dan menghalangi orang untuk bisa melihat benda-benda langit dengan jelas dan seperti apa adanya. Dengan suasana gelap seperti sekarang, bintang tak pernah terlihat sebanyak itu, secemerlang itu, dan anehnya, sedekat itu. Saya terus memandang ke langit atau ke sawah. Lalu saya matikan lampu kamar tidur, lampu terakhir yang menyala di rumah saya. Lampu di  rumah besar di seberang sawah juga menyusul dimatikan. Tidak ada hiburan malam ini, jadi orang cepat tidur. Gelap sekali. Sekarang rumah itu hanya berupa bayang-bayang hitam di kejauhan. Saya pindah ke jendela lain supaya bisa melihat dari arah lain. Di sini bangunannya lebih banyak, tapi suasana juga gelap. Beberapa rumah di sekeliling sawah hanya menyalakan lampu seperlunya, di ruangan di mana orang-orang berkumpul. Satu lagi lampu di sebuah rumah dimatikan. Siluetnya sekarang lebih hitam dari sekitarnya yang sudah hitam.


Waktunya tidur. Cuma bintang-bintang yang terus bersinar tanpa peduli, entah ada yang mengagumi atau tidak. Jangkrik dan kodok terus bernyanyi sepanjang malam. Besoknya pagi-pagi sekali, begitu bangun sudah ada pesan yang masuk di grup WA. Katanya, “lega banget, akhirnya bebaaasss. Seharian terkurung cuma bisa skype-an sama ngoprek komputer.” Sedangkan pesan lain lagi yang masuk bilang, “aku lihat bintang tadi malam. Bagus banget. Banyak lagi”.  Ya, memang bagus. Untung tadi malam langit tidak berawan jadi bintang bisa terlihat dengan jelas. Kesimpulannya, ada yang suka Hari Nyepi, ada yang menganggap beban. Kalau saya sih suka.