Beberapa
hari belakangan ini tempat saya kerja sering sekali memanggil teknisi komputer
untuk datang. Internet yang ngadatlah, printer yang macet atau kehabisan tinta,
program yang macet, layar monitor yang bergaris-garis, pokoknya macam-macam.
Teknisi itu, Pak Gus, orangnya kalem sekali. Biarpun disambut dengan teriakan
panik, atau ditelpon mendadak dan disuruh datang saat itu saja, dia tidak
pernah bingung atau kesal atau apa pun. Karena selalu melihatnya cuek dan
dingin, untuk memancing reaksinya saya memikirkan kata-kata apa yang bisa
membuatnya sedikit bereaksi. Saya bilang begini, “Pak, kami ini klien yang
baik, ya? Baru seminggu saja sudah nyuruh Bapak datang tiga kali. Mestinya
dikasih diskon, tuh.” Dengan sangat kalem dia menjawab telak, “Jadual saya jadi
berantakan gara-gara sering disuruh datang ke sini.” Sialan. Pintar juga dia
menjawab.
Sudah agak
lama saya ingin posisi meja saya diputar membelakangi jendela supaya jadi lebih
lega. Saya juga sudah dipesankan komputer baru. Waktu Pak Gus datang untuk
memasang komputer baru, saya pakai kesempatan itu memintanya menggeser letak
meja sekalian. Menurut Pak Gus posisi membelakangi jendela itu kurang bagus
karena cahaya matahari akan memantul di layar monitor. Silau. Saya tes dengan
menyuruh Pak Gus memegangi monitor berhadapan dengan jendela untuk melihat ada
pantulannya apa tidak. “Nggak masalah, kok, Pak,” kata saya. “Tapi sekarang
sedang mendung. Kalau matahari sedang terang beda lagi,” jawabnya. Tapi saya
yakin dengan keputusan saya. Saya sudah tidak sabar ingin posisi meja yang
baru.
Setelah geser
sana geser sini mengikuti kemauan saya yang ingin mencoba berbagai macam posisi
meja, akhirnya Pak Gus mengatur dua meja kerja saya dalam bentuk huruf L. Dia
bukan cuma memasang kabel, printer, dan mengetes komputer, tapi juga
memindahkan semua file, alat tulis,
buku-buku, dan semua yang berat-berat. Yang agak repot masalah kabel. Dengan
pindahnya posisi meja, stop kontak lama tidak bisa digunakan lagi karena
terlalu jauh letaknya. Pak Gus sibuk naik-naik meja dan mondar-mandir
memecahkan masalah. Akhirnya beres juga. Saya mengelap permukaan meja dengan
tisu basah untuk menghilangkan debu lalu duduk di depan layar monitor. Hah! Ada
pantulan cahayanya. “Pak Gus, saya nggak suka letak mejanya. Cahaya matahari
mantul di monitor,” kata saya. Untuk pertama kalinya muka Pak Gus yang selalu
kalem itu bereaksi. Mulutnya melongo, matanya melotot tidak percaya. Saya bisa
membaca pikirannya. “Apa?! Jadi mau minta pindah lagi?! Mbak ini kelihatannya baik tapi ternyata
sadis!”
Begitu juga
reaksi Paul waktu saya ceritakan kejadian itu. Dia kaget. “Kamu cuma bercanda,
kan?” “Nggak,” jawab saya, “memang ada pantulan cahayanya, kok.” Menurut Paul
masalah itu dengan gampang bisa dipecahkan. Bikin saja meja beroda. “Jadi, kamu
bisa geser meja itu kapan saja kamu mau, sambil mengikuti gerakan matahari dari
timur ke barat.” Haduh, saran aneh seperti itu, siapa yang mau dengar? Tapi
saya tidak heran saran seperti itu keluar dari mulutnya karena hampir semua
perabot di rumahnya beroda. Mulai dari kursi bar, meja komputer, sampai meja
kerjanya yang dua buah, semua ada rodanya. Juga meja tamu, sofa, meja berlaci dan
lemari pakaian. Cuma tempat tidur saja yang tidak beroda. Tidak masalah untuk
perabotan yang aslinya tidak beroda. Dia akan memasang sendiri rodanya. Mungkin
pacarnya nanti juga akan dipasangi roda di kakinya. Begitu fanatiknya dia
dengan roda. Tapi dia tidak sadar bahwa saya tidak begitu berminat pada idenya.
“Gimana kalau saya datang ke kantormu dan memasang roda di semua perabot yang
ada di sana? Tukang bersih-bersih pasti senang sekali, lebih mudah membersihkan
ruangan yang perabotannya bisa digeser-geser.” Saya pura-pura tidak dengar dan
cepat mengubah pembicaraan.
“Pohon apa
itu? Dulu tidak ada,” tanya saya sambil melihat ke halaman. Paul bilang itu
pohon alpukat. “Alpukat yang dulu?” tanya saya untuk meyakinkan. Katanya memang
iya. Pohon alpukat itu dulu diikatnya dan batangnya ditahan supaya tumbuh
mendatar ke samping. Dia mengharapkan pohon itu selain tumbuh ke samping, juga
akan menumbuhkan cabang-cabang yang tegak lurus ke atas. Dengan begitu
cabang-cabang beserta daunnya itu bisa sekaligus menjadi pagar. Tapi pohon
alpukat itu punya rencana lain. Dia tidak suka diatur-atur orang. Dengan
tenaganya sendiri dia berhasil membebaskan diri dari ikatan dan tumbuh normal
ke arah atas. Pohonnya sudah lumayan tinggi sekarang. Paul bilang pohon itu
harus ditebang karena tumbuhnya terlalu dekat ke pagar. Akarnya nanti bisa
membongkar tembok pagar kalau pohon itu sudah benar-benar besar. Sayang
sebenarnya, tapi mau bagaimana lagi.
Kembali ke
masalah komputer dan posisi meja, saya memang tidak menyuruh Pak Gus untuk
mengembalikan meja ke tempat semula. Saya juga tidak tega kok. Tapi saya sudah
cukup terhibur melihat reaksinya yang kaget bercampur takut. Lucu sekali. Sedangkan
masalah pantulan di layar monitor, itu juga harus diselesaikan. Saya berpikir
sebentar, bagaimana menyusun kata-kata supaya Pak Gus mau memindahkan meja
tidak pakai ngambek. Apa menyuruh orang lain saja? Tapi karena saya sebenarnya
suka dengan ruang kerja saya yang jadi lebih lega sekarang, kami memutuskan
untuk memasang gorden saja di jendela. Saya panggil Pak Putu, pekerja kantor,
supaya memindahkan gorden yang ada ke jendela di belakang saya.
Waktu sedang
beres-beres bos saya datang. Ini sudah keempat kalinya saya merepotkan orang.
Baru beberapa hari kerja di sana saya sudah minta pindah ke pojokan di mana
mesin fotokopi diletakkan. Alasannya, banyak orang yang mondar-mandir di depan
meja saya untuk pergi ke mesin fotokopi itu, saya jadi tidak bisa konsentrasi.
Jadi, mesin fotokopi yang berat itu harus pindah ke ujung ruangan yang satunya
lagi. Akibatnya lemari arsip juga harus pindah. Beberapa hari kemudian saya
juga minta kaki meja saya dipendekkan. Selain itu saya juga minta dibuatkan
meja mini yang diletakkan di atas meja kerja, untuk alas komputer. Dengan
begitu keyboard letaknya rendah,
sedangkan layar monitor jadi tinggi. Ini perintah dokter, bukannya saya
mengada-ada, demikian saya terangkan ke bos saya. Semua ini dituruti. Sekarang,
melihat Pak Putu yang sedang repot memasang gorden, bos diam. Entah apa yang
ada dalam pikirannya. Mungkin dia jadi mempertanyakan lagi keputusannya sudah mempekerjakan
saya, jangan-jangan kerja saya pindah-pindah posisi dan bongkar pasang barang bakalan
tidak ada habisnya. Saya coba terangkan bahwa posisi meja saya yang sekarang
ini ideal sekali, tapi dia tidak menjawab. Setelah menanyakan sesuatu dia
langsung pergi.
Sekarang sudah
ada orang yang bilang suka dengan posisi baru meja saya. Katanya ruangan jadi
lebih terang. Hm, apa hubungannya, ya? Mungkin maksudnya muka saya jadi lebih
bersinar -ehem- karena duduk membelakangi sumber cahaya. Lama-lama bos juga
senang. Dulu, kalau sedang perlu data di komputer saya, dia duduk di samping
saya yang tempatnya sempit sekali. Setiap kali saya berdiri untuk ambil file dia harus berdiri juga dan keluar
dulu untuk memberi jalan. Sekarang, dia bisa duduk di ujung meja yang bentuknya
seperti huruf L dengan nyaman. Dia mudah melihat layar komputer karena berada
di belakang agak ke samping kanan. Lemari arsip juga pas ada di sebelah kiri
saya, tidak perlu lagi keluar meja untuk ambil arsip. Bos juga dapat tempat di
meja untuk meletakkan buku dan coret-coret. Sepertinya dia betah duduk
bermenit-menit di sana. Nah, kan? Lebih enak begini. Makanya, percaya deh sama
saya.