[Kenangan Pelangi atau sebuah dongeng]
Adalah suatu tempat di mana anak-anak berkumpul di pagi
hari. Mereka datang dari mana-mana. Bermacam-macam rupa dan kelakuannya. Ada
yang menangis waktu ditinggal pergi ibunya. Hmm, memang masih kecil sih. Ada
yang sudah abege. Ada yang galak sekali.
Ada yang manis dan cantik. Ada yang berambut keriting atau lurus. Ada yang
rambutnya pirang atau hitam. Ada yang pendiam, dan ada juga yang berisik.
Anak-anak ini harus belajar dengan disiplin. Tapi mereka juga senang bermain
dan berolah raga. Mereka makan siang bersama-sama di sebuah bangunan joglo.
Ributnya mereka makan! Orang-orang dewasa yang adalah guru-guru mereka menjaga
agar suasana agak tertib. Setelah makan, mereka berhamburan dan berpencar di
taman.
Taman yang luas tentu saja harus ada orang-orang yang
mengurusnya. Orang-orang ini punya tugas dan kedudukan yang berbeda-beda. Yang
paling penting tentunya yang memiliki kedudukan paling tinggi. Dialah Pak Khar,
ketua sekaligus perencana taman itu. Kalau ada orang yang datang enam bulan
yang lalu, tidak pernah datang-datang lagi ke sana dan baru hari ini datang
lagi, pasti akan berseru kagum, “Bagus sekali! Beda dengan keadaan enam bulan
yang lalu.” Satu hal yang menarik di taman itu adalah jalan setapaknya. Begitu
banyak jalan setapak di sana. Pak Khar yang memerintah orang untuk membuat
semua jalan setapak itu. Jalan setapak itu ada yang datar, ada yang menurun
atau sedikit menaik, dan ada yang berundak-undak membentuk tangga. Ada yang
lurus, ada yang sedikit melengkung dan ada yang meliuk-liuk. Ada yang sempit
dan ada yang lebar. Ada yang pendek dan ada yang panjang. Ada yang belok ke
kiri, ada yang belok ke kanan, ada yang menuju ke atas dan menuju ke bawah.
Bahkan ada yang tidak menuju ke mana-mana. Pak Khar suka sekali pada jalan
setapak. Kalau ada anak nakal seenaknya saja menerobos semak atau menginjak
rumput tanpa melalui jalan setapak, minggu berikutnya di tempatnya menerobos
itu akan dibangun sebuah jalan setapak baru. Tapi Pak Khar harus berhati-hati
untuk tidak terus membuat dan membuat lagi jalan setapak. Kalau tidak, taman
itu akan berubah menjadi simpang siur jalan setapak yang saling memotong ruwet
sekali.
Setelah Pak Khar ada lagi yang namanya Pak Gepe. Bisa
dibilang dia orang paling penting kedua di taman itu. Karena Pak Khar sering
sibuk mengenai hal-hal lain di tempat-tempat lain, Pak Gepe bebas bersikap
seperti bos yang sesungguhnya. Pak Khar tidak keberatan karena dia percaya
penuh pada Pak Gepe. Pak Gepe senang mengumpulkan semua pekerja dan memberi
perintah-perintah. Dia berdiri tegak dengan tangan disatukan di belakang
punggung. Matanya menyorot tajam dan kata-katanya tegas. “Kalian harus fokus,”
katanya. “Kita bagian penting dari semua kebersamaan yang perlu ditanggapi
dengan sepenuh hati. Keberhasilan kita menjadi alat penting dan penyangga dari
keberlangsungan keindahan taman ini yang berkelanjutan secara abadi.” Di
depannya empat orang pekerja bergerak-gerak dengan gelisah. Bertumpu di kaki
kanan, lalu di kaki kiri, dan kembali lagi ke kaki kanan. Tidak seorangpun
mengerti apa maunya Pak Gepe. “Baik. Sekarang kalian mulai bekerja dengan
mengedepankan beragam kepentingan di mana setiap orang harus fokus untuk
menjadikan pekerjaan ini suatu hal yang menggembirakan bagi setiap orang yang
memandangnya.” Pak Gepe berbalik kanan dengan tegap seperti yang diajarkan pada
anak-anak Pramuka. Pertemuan bubar. Keempat pekerja juga berbalik tapi tak
menentu. Pilah bertabrakan dengan Pata. Keta berbisik-bisik pada Kudu. “Jadi
kita harus mengerjakan apa sekarang?” Karena Kudu tidak bisa menjawab maka Pata
yang bicara. “Kita harus fokus,” katanya. Pilah bergumam tidak acuh, “Betul.
Fokus itu penting.” “Benar. Fokus,” Kudu setuju. Akhirnya Keta mengerti. “Iya,
ya. Kok bisa lupa? Fokus, itu dia!”
Maka mereka semua menjadi fokus. Kudu fokus menggali tanah
untuk ditanami pohon kamboja. Pilah fokus menyiram rumput. Pata fokus
memperbaiki pagar yang rubuh. Keta fokus mencampur tanah dengan pupuk. Karena,
meskipun mereka tidak becus baris-berbaris dan tidak bisa berdiri tegak ketika
diberi wejangan, mereka tahu sekali pekerjaan apa yang harus dilakukan. Taman
ini buktinya. Semakin hari semakin enak dipandang. Dengan Pak Khar yang punya
berbagai ide brilyan, Pak Gepe yang menjaga agar semuanya fokus, dan empat
serangkai yang sibuk bergerak ke sana ke mari walaupun sering diam-diam pergi menyelinap
untuk minum kopi, apapun bisa diwujudkan di taman itu. Prestasi mereka yang
cukup membanggakan adalah ketika berhasil memindahkan pohon yang sudah tumbuh
besar. Karena setiap orang maklum, menanam pohon dari kecil dan menunggunya
jadi besar itu sangat membosankan. Ada sebatang pohon yang bagus sekali
bentuknya tapi sayang sekali tempatnya tumbuh kurang pas. Pohon ini harus
dipindahkan. Mereka semua beramai-ramai mengerjakannya. Bahkan Pak Khar
meninggalkan tugasnya yang lebih penting untuk ikut mengerahkan tenaga. Mereka
senang ketika pohon ini tetap hidup dan tumbuh segar. Mereka jadi lebih percaya
diri dan semakin sering memindahkan pohon. Jangan heran kalau mata seseorang
silau ketika memandang keluar dari jendela kantor dan mengeluh, “kalau saja
pohon itu berdiri dua meter lebih ke kiri, pasti mataku akan terlindungi,”
tiba-tiba saja pohon itu sudah berpindah tempat ke posisi yang dia inginkan
besok paginya. Daun-daunnya menahan sinar matahari untuk menerobos langsung.
Ah, siapa itu yang baru saja mengeluh matanya silau? Kita maklum,
dia harus duduk di tempat yang sama dari pagi sampai sore. Jadi kalau di siang
yang sangat terik matanya silau dia tidak bisa seenaknya pindah tempat. Maka
pasukan perkasa yang sanggup memindahkan pohon dalam sekejap adalah pahlawan yang
sebenar-benarnya pahlawan. Dia bekerja dalam kantor, berbicara di telpon,
memberi keterangan macam-macam untuk orang yang memerlukan. Tak lupa memuji
tempatnya bekerja supaya semakin banyak anak-anak kecil yang disekolahkan di
sana. Dia juga mengerjakan pekerjaan yang melibatkan formulir-formulir dan file-file. Dia keki kalau ada petugas
pemerintahan datang ke sana, karena sering mengurusi hal-hal tidak penting
seperti baju yang dipakainya. Kelemahannya adalah sering melewatkan waktu makan
dan dua jam setelah jam makan lewat matanya jadi berkunang-kunang. “Aku
lapaaar!” serunya.
Akuntan yang duduk di pojokan kantor mengangkat muka
mendengar seruan itu namun terus menunduk lagi. “Salah sendiri, ah,” gumamnya
tak peduli. Dia sedang sibuk dengan angka-angka. Dijumlahkannya deretan
angka-angka itu. Kadang dijumlahkan ke bawah, kadang ke samping, kadang
meloncat-loncat. Dia puas ketika penjumlahan ke bawah sama hasilnya dengan
penjumlahan ke samping dan menghasilkan angka yang menurutnya sangat bagus
serta mengesankan. Selesai sudah satu pekerjaan. Meskipun tadi ada anak rewel yang
mencari perhatian di kantor dengan mengeluh keras-keras ibunya lupa menaruh
makanan kesukaannya di kotak bekal. Dia ingin ibunya ditelpon saat itu juga, tidak
peduli orang sedang sibuk. Akuntan memang kurang punya kesabaran untuk hal
tetek-bengek. Mungkin itu kelemahannya. Ada yang mengganggu pikirannya
akhir-akhir ini. Pekerjaan yang diserahkannya kepada Administrator beberapa
hari yang lalu tidak selesai-selesai atau dijawab lupa kalau ditanya yang
lainnya.
“Semua orang harus harmonis
dan didengar. Semua orang harus bahagia” kata Administrator. Dia juga duduk di
pojokan tapi pojok yang berbeda.Maka dia berkeliling untuk mendengarkan keinginan orang yang
macam-macam dan saling bertentangan. Pekerjaannya besok-besok, yang penting
harmonis. Dia senang menyelenggarakan acara-acara, misalnya acara suntik masal.
Dia cerah sekali ketika para penyuntik datang jam sembilan pagi. Dibawanya
mereka ke ruang khusus. Setelah itu satu orang dijemputnya di kantin, diantar
ke ruang suntik dengan menyeberangi taman luas. Selesai dengan satu orang,
diseberanginya lagi taman, lalu pergi menjemput orang di lantai dua. Begitu
seterusnya. Ketika Akuntan heran kenapa sudah jam dua acara suntik ini belum
selesai, dia datang dan melihat enam orang tukang suntik beserta asisten tidak
ada kerjaan dan Administrator sedang bercanda ria. Orang yang mau disuntik
belum ada. Akuntannya gemes. Hidup Akuntan terlalu keras sih, dulu dia biasa
kerja yang pakai deadline tanpa
tawar-tawaran. Di sini pekerjaan administrasi yang setengah hari biasa diulur
jadi tiga hari bahkan lebih. Yang penting hepiiiii.