Dua bulan yang lalu….
Hari ini saya bangun pagi. Matahari terbit dari belakang
pohon-pohon kelapa yang masih berupa
bayangan hitam. Langit di balik pohon-pohon itu warnanya oranye menyala, begitu
juga awan biru kelabu di atasnya dihiasi dengan warna oranye di sana-sini. Saya
buka jendela untuk melihat lebih jelas. Udara yang dingin membuat saya
benar-benar bangun sekarang. Terus turun ke lantai bawah untuk duduk selonjoran
di teras. Hari masih gelap. Lama-lama
semakin terang namun tetap sepi, tidak seperti biasanya. Ada gonggongan satu
kali di depan pintu pagar. Jack minta dibukakan pintu. Terdengar bunyi napasnya
yang keras dan kalung di lehernya mendentingkan suara logam. Karena hari ini
hari Nyepi saya tidak membuka pintu untuk Jack. Setelah menunggu beberapa menit
Jack pergi lagi dan suara kukunya di
jalan setapak semakin jauh. Dia juga tidak terlalu ngotot minta masuk, tidak
seperti biasa.
Wind chimes bambu
saya bergoyang ditiup angin. Bambunya saling bersentuhan menghasilkan bunyi
yang halus sekali. Sekaligus juga terdengar desir angin di telinga, juga sangat
halus. Lalu, “brrr…..” seekor burung terbang dari arah kanan, melintas di depan
saya terus hinggap di atas daun palem. “Brrr…” dia terbang lagi untuk pindah
berdiri di kabel listrik. Tonggeret, serangga berbunyi nyaring yang tidak
pernah kelihatan wujudnya tapi sering terdengar waktu hari sedang
panas-panasnya, sudah berbunyi padahal ini masih pagi. Banyak sekali yang saya
baru tahu. Wind chimes ternyata sering berbunyi, cuma biasanya bunyinya
terlalu halus untuk didengar. Angin tidak perlu bertiup keras dulu untuk
terdengar. Kibasan sayap burung yang terbang selalu ada bunyinya. Dan ternyata
tonggeret berbunyi juga di pagi hari. Suara-suara yang baru bisa terdengar
kalau sepi sekali seperti hari ini.
Ada tawon terbang dekat sekali ke saya. Badan saya sampai
mengerut takut disengat. Dia sering datang sebelumnya ke dalam rumah. Atau
mungkin salah satu dari teman-temannya yang datang, karena tampang mereka semuanya
sama. Sekarang dia terbang menjauh dan berputar-putar di sekitar pohon kembang
sepatu yang berbunga banyak. Dari tempat saya berbaring kelihatan kakinya
bergerak-gerak dan dada serta kepalanya agak menyeramkan seperti alien. Burung kuning pengisap madu ada
di kembang sebelahnya, melayang di tempat dengan sayap bergerak terus. Dia berakrobat
dengan kepala di bawah supaya bisa mengambil madu bunga yang tumbuhnya juga terbalik
ke bawah. Ayam jago dan anjing suaranya sayup di kejauhan. Hari ini memang
harinya alam, harinya tumbuhan dan hewan. Manusia dilarang keluar, dikurung dan
diam-diam saja di sarangnya, tidak boleh mengumandangkan suara bisingnya ke
mana-mana.
Seekor bebek di sawah senang sekali dengan suasana seperti
itu. Dia berkwekkwek dengan bawel, semakin lama semakin keras. Anehnya bebek
itu sendirian berbunyi, lama-lama capek sendiri dan akhirnya diam. Waktu saya
masuk ke kamar mandi dan cuci tangan di wastafel kedengaran suara burung-burung
mencicit pas di atas kepala di atas genteng. Pasti mereka punya sarang di sana.
Terdengar suara paruhnya mematuk-matuk dan kaki-kaki berjalan menghentak.
Cicit-cicit semakin keras begitu juga suara sayap-sayap yang dikebaskan. Angry birds. Saya sudah lama tahu bahwa
sebenarnya banyak burung bukan pecinta damai. Mereka berisik dan suka
ribut-ribut. Pasti kartun angry birds
dibuat berdasarkan karakter yang benar-benar nyata. Burung-burung di atas atap
itu ribut terus dengan paruh mematuk-matuk, kaki menjejak-jejak dan sayap
dikibas-kibaskan untuk mengancam yang lain. Saya tinggalkan mereka untuk terus
ribut dan menyelesaikan masalahnya sendiri.
Yang saya heran adalah suara kentongan yang suaranya
sayup-sayup terdengar di kejauhan. Suara itu sepertinya salah waktu. Sampai
akhirnya saya ingat, pagi ini juga ada gerhana matahari meskipun bukan gerhana
total. Mestinya sekarang masih berlangsung. Saya naik ke lantai atas supaya
bisa melihat dengan jelas. Dengan mengenakan kacamata hitam dan membuat lubang
kecil dengan jari-jari tangan supaya bisa melihat melaluinya, cahaya matahari
yang menyilaukan bisa tersaring. Matahari kelihatan tidak bulat utuh melainkan
tertutup oleh bayangan hitam sebagian. Di luar keadaan jadi redup. Kentongan
pun diam tak lama kemudian.
Bingung juga mau mengerjakan apa hari ini. Menyalakan api
dan lampu adalah salah satu larangan di hari ini, juga larangan mendengar
hiburan, bekerja dan bepergian. Karena saya bukan orang Bali saya rasa saya
bebas dari pantangan memasak di hari Nyepi. Rencananya saya mau masak yang sederhana saja. Kalau rumah sudah
saya bersihkan sehari sebelumnya. Saya hidupkan musik tapi pelan supaya tidak
terdengar dari luar. Setelah baca-baca sedikit, masak dan makan, saya pergi ke
lorong yang tembus dari halaman saya menuju pagar yang membatasi rumah Mawar.
Saya lihat dia sedang duduk di tangga makan salad. Kami terus bicara mengenai
pompa air yang rusak dan baru bisa diperbaiki besok karena semua kegiatan
berhenti hari ini. Mawar menyorongkan mangkuk saladnya melalui jeruji pagar
supaya bisa saya cicipi. Setelah itu saya kembali lagi ke rumah.
Sekitar jam lima saya mendengar orang-orang ribut mengobrol
di saung yang ada di sawah di belakang rumah. Suaranya terdengar terus lama
sekali. Saya pasang musik lagi sambil tiduran di lantai. Sejuknya lantai
menembus baju dan terasa dingin di punggung. Lalu saya keluar rumah untuk
jalan-jalan sedikit, mumpung matahari masih bersinar. Orang-orang yang
berkumpul itu pergi menjauh. Suaranya yang berlogat ibukota nyaring terdengar
sampai mereka masuk ke sebuah rumah. Mereka tamu di rumah itu. Pasti buat
mereka suasana hari Nyepi ini merupakan sensasi tersendiri, tapi saya akan
lebih suka kalau mereka juga menghormatinya dengan bicara pelan-pelan kalau
sedang berada di luar rumah. Seorang Bali yang tadi menyertai rombongan dari
Jakarta itu menyapa saya dan mengingatkan supaya saya kembali masuk ke rumah
sebelum gelap. Sebenarnya saya mau menyindirnya karena sudah membiarkan
orang-orang tadi merusak suasana Nyepi tapi sekarang dia malah menyuruh saya
cepat-cepat pulang. Tapi saya diam saja dan cuma mengangguk.
Malam sudah datang. Saya keluar untuk berbaring di teras. Di
langit saya bisa melihat bintang-bintang yang terlihat lebih cemerlang dari
biasanya. Tapi daun dari pohon-pohon menghalangi
pandangan, jadi saya masuk lagi ke dalam rumah dan naik ke lantai atas. Saya
buka jendela. Luar biasa. Tidak pernah saya melihat bintang bertebaran sebanyak
dan secemerlang itu. Jadi benar apa kata orang. Cahaya lampu di daratan sudah
terlalu banyak. Mulai dari lampu rumah yang seringnya dinyalakan secara
berlebihan, lampu jalanan dan lampu dari gedung-gedung lainnya. Semua cahaya
ini dipantulkan ke langit dan menghalangi orang untuk bisa melihat benda-benda
langit dengan jelas dan seperti apa adanya. Dengan suasana gelap seperti
sekarang, bintang tak pernah terlihat sebanyak itu, secemerlang itu, dan
anehnya, sedekat itu. Saya terus memandang ke langit atau ke sawah. Lalu saya
matikan lampu kamar tidur, lampu terakhir yang menyala di rumah saya. Lampu di rumah besar di seberang sawah juga menyusul dimatikan.
Tidak ada hiburan malam ini, jadi orang cepat tidur. Gelap sekali. Sekarang rumah
itu hanya berupa bayang-bayang hitam di kejauhan. Saya pindah ke jendela lain
supaya bisa melihat dari arah lain. Di sini bangunannya lebih banyak, tapi
suasana juga gelap. Beberapa rumah di sekeliling sawah hanya menyalakan lampu
seperlunya, di ruangan di mana orang-orang berkumpul. Satu lagi lampu di sebuah
rumah dimatikan. Siluetnya sekarang lebih hitam dari sekitarnya yang sudah
hitam.
Waktunya tidur. Cuma bintang-bintang yang terus bersinar
tanpa peduli, entah ada yang mengagumi atau tidak. Jangkrik dan kodok terus
bernyanyi sepanjang malam. Besoknya pagi-pagi sekali, begitu bangun sudah ada
pesan yang masuk di grup WA. Katanya,
“lega banget, akhirnya bebaaasss. Seharian terkurung cuma bisa skype-an sama ngoprek komputer.” Sedangkan
pesan lain lagi yang masuk bilang, “aku lihat bintang tadi malam. Bagus banget.
Banyak lagi”. Ya, memang bagus. Untung
tadi malam langit tidak berawan jadi bintang bisa terlihat dengan jelas.
Kesimpulannya, ada yang suka Hari Nyepi, ada yang menganggap beban. Kalau saya
sih suka.