Senin, 18 Juni 2012

Lumbung Yoga


Semakin hari semakin banyak orang yang mempraktikkan yoga dan meditasi serta mencari penyembuhan dengan metode alternatif seperti reiki, energi prana, pijat dan sebagainya. Ubud sudah lama menjadi pusat dari semua kegiatan tersebut, bahkan gaungnya sudah mencapai tingkat mancanegara dengan diselenggarakannya acara berskala internasional “Bali Spirit Festival” di sini. Ini adalah acara tahunan yang merayakan yoga, tari, dan musik. Salah seorang pengunjungnya menyebut festival ini sebagai surganya para yogi.  Musik, senandung, derum genderang, dan tawa memenuhi udara. Pelatihan-pelatihannya memberi inspirasi dan setiap orang senang berada di sana. Acara-acara musik yang diselenggarakan di malam hari menyajikan musisi terbaik dari seluruh penjuru dunia. Ini adalah festival terbaik di dunia!” demikian ulasannya yang dimuat dalam tripadvisor.co.id.

Sebuah tulisan di majalah tiga bulanan “UbudLife” menyebutkan bahwa Ubud adalah ruang tunggu transit spiritual terbaik di dunia. Segala macam krisis yang mungkin terjadi dalam hidup, seperti dikhianati pasangan, anak-anak meninggalkan rumah karena mereka beranjak dewasa, karir hancur karena krisis ekonomi, merasa ada sesuatu yang hilang dalam hidup, mencari kemajuan spiritual karena operasi plastik tidak berhasil, mendapat diagnosa yang mengerikan dan tidak ingin percaya pada dokter, adalah alasan banyak orang dari berbagai tempat di dunia datang ke Ubud. Di sini mereka melakukan meditasi, yoga atau mendatangi penyembuh dari berbagai aliran. Hehehe, Barat banget ya? Karena, meskipun meditasi dan yoga merupakan tradisi Timur, orang Indonesia untuk mengurangi beban batinnya akan lebih suka curhat di Facebook, mengadu pada orang tua, bergosip di arisan atau belanja habis-habisan. Paling tidak, begitulah kebiasaan teman-teman saya.

Baru beberapa hari yang lalu saya membaca iklan sebuah paket istimewa yang dinamakan Yoga Cruise di kafe dekat rumah. Sesuai dengan namanya, paket itu diselenggarakan di kapal kayu besar yang berlayar di perairan Bali dan sekitarnya. Acaranya adalah yoga, meditasi, snorkling, kayaking, kunjungan ke pulau-pulau Gili di Lombok. Fasilitas penunjangnya adalah makanan sehat ayurvedic, teh herbal, musik yang menenangkan. Bayangkan, meditasi di tengah laut! Kapan lagi bisa begini, ini pengalaman sekali seumur hidup lho. Mau ikutan? Paket 7 hari harganya 12 juta rupiah, kalau mau yang lebih murah ada juga yang 5 hari dengan harga 9,5 juta rupiah saja.  Paket lainnya, yang mengiklankan diri di papan pengumuman pasar swalayan, menyatakan bahwa pada dasarnya semua orang bisa melukis asal hambatan psikologisnya dihilangkan dulu. Dengan meditasi Anda dapat mengekspresikan semua bakat artistik dalam diri yang selama ini tidak tersalurkan dalam bentuk lukisan yang akan membuat diri Anda sendiri terkejut (gila, ternyata gua bisa ngelukis, bagus lagi!). Ini mengingatkan saya pada cerita seorang teman yang tiba-tiba bisa menari Jawa klasik padahal seumur-umur tidak pernah belajar. Nah, jadi tertarik kan? Karena diselenggarakan di darat, tentu harganya tidak semahal paket berlayar. Cukup 8 juta rupiah saja untuk seminggu. Lalu, apakah setelah program selesai masih bisa melukis ? Um… saya tidak tahu. Tanyakan pada Panitia deh !

Maaf kalau dua paket tadi semuanya di luar budget. Tapi masih bisa diakali kok, misalnya dengan memilih paket yang tidak all-in. Kalau kebetulan punya teman yang tinggal di Ubud dan bisa ditumpangi, kan lumayan, tidak perlu menggunakan fasilitas kamar yang disediakan sehingga harga bisa lebih murah. Tentu trik ini tidak bisa diterapkan untuk paket berlayar (kecuali kamu punya kenalan putri duyung yang tinggal di dasar laut). Atau, bisa juga mengambil paket yang lamanya 3-4 hari saja, bahkan paket 1-2 jam saja. Tinggal lihat di daftar, pilih mana yang menarik. Persis seperti memilih makanan di restoran padang, semua ada, semua lengkap. Ada yang menggunakan mantra. Ada yang menggunakan genderang afrika. Ada yang mengajak kamu menari bebas sesuai gejolak hati, tidak perlu punya pengalaman menari sebelumnya. Ada yang mengajak kamu tertawa terpingkal-pingkal meskipun sedang tidak ingin tersenyum apalagi tertawa. Ada yang menggunakan nyala obor, dan sebagainya. Sejauh ini metode paling ajaib yang pernah saya dengar adalah metode getar. Badan digetarkan dengan alat khusus selama 6 jam sehari, 3 hari berturut-turut. Ketika kenalan saya yang ikut program ini menerangkan apa gunanya metode ini untuk tubuh dan jiwa, saya sama sekali tidak bisa mendengarkan saking sibuknya mengatur otot-otot muka agar tidak menampilkan ekspresi ingin tertawa terbahak-bahak.

Nah, siapa bilang meditasi itu membosankan? Sensasi tidak hanya bisa didapat dengan naik ke puncak Menara Eiffel di Paris, ikut bungy jumping di Hongkong, menyelam bersama hiu, naik roller coaster di Disneyland. Hey, sensasi juga bisa didapatkan dengan menjalani meditasi di tempat sunyi! Saking keranjingannya orang akan sensasi, paket berlayar yang saya ceritakan tadi memberi jaminan bahwa peserta bisa berenang, snorkling, atau berperahu kapan saja mereka mau. Kalau mau leyeh-leyeh di pantai berpasir putih sebuah perahu siap mengantar kapan saja. Kurang apa lagi ?

Yoga dan meditasi memang populer di Ubud, tapi tidak di antara penduduk lokalnya. Malahan dalam buku “Jangan Mati di Bali” karangan Gde Aryantha Soethama disebutkan bahwa orang Bali jarang sekali bermeditasi. Sedangkan di antara para penetap yang bukan asli Bali, para yogi ini seperti sudah membentuk komunitas tersendiri. Banyak yang memanfaatkan kegiatan yoga untuk menguruskan badan, membentuk dada dan bokong agar padat, bahkan mencari pacar. Seperti percakapan yang terjadi di tengah-tengah sesi yoga ini. “Ups, sorry, nggak sengaja nyenggol. Kamu bilang berapa tadi ya, nomor telepon kamu?” Perempuan yang ditanya pun menjawab, “Saya sama sekali nggak bilang apa-apa.” “Oh ya? Jadi berapa nomornya ?” “00112233”, jawabnya dengan jengkel. Yang dijudesi sama sekali tidak tersinggung, dia cuma tersenyum dan bertanya ke perempuan lainnya, “Gerakan Menyalami Matahari kamu lentur sekali tadi. Bisa ajari saya gerakan Anjing meregangkan punggung? Saya ikuti dari belakang ya, dekat-dekat biar nggak salah.” :)

Lalu bagaimana dengan model meditasi yang saya ikuti akhir tahun yang lalu? Meditasi ini gratis, kita hanya diharapkan memberi sumbangan di akhir program pada vihara, yang dimasukkan dalam amplop tertutup tanpa menyertakan nama. Kalau benar-benar tidak punya uang, seperti teman sekamar saya, ya tinggal menyelinap pergi diam-diam, tidak apa-apa kok. Meditasi ini ‘sunyi’ dan ‘kering’, tanpa musik, tanpa tarian, tanpa mantra, tanpa zikir, bahkan ketika makan bersama pun  suasananya sunyi senyap. Hasilnya, 3 orang mengundurkan diri sebelum program berakhir, dan dari obrolan setelah program selesai banyak yang mengaku terus bertahan sampai akhir hanya karena merasa tanggung sudah kepalang basah. Yang merasa cocok juga banyak. Mereka ini yang bertekad akan terus bermeditasi meskipun sudah kembali ke kehidupan sehari-hari. Mungkin tekad ini akan kendor, meditasinya jadi jarang-jarang bahkan berhenti sama sekali beberapa bulan kemudian, untuk disegarkan lagi di program retret berikutnya. Tidak apa-apa. Walaupun sudah tahu bahwa meditasi bukanlah duduk bersila sambil menutup mata selama satu jam atau mengundurkan diri ke tempat sepi, melainkan menyadari pikiran dari waktu ke waktu, penyegaran kan perlu juga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar