Sabtu, 09 Juni 2012

Puppy Machina


Namanya Puppy Machina. Tinggalnya di sebuah rumah tepat di depan tanjakan yang terjal. Kalau kita teruskan menyusuri jalan ini, kita akan sampai di perempatan di mana terdapat bale desa. Dengan perkataan lain, ini adalah pusat desa. Kalau ada orang lewat di tanjakan itu sambil mendaki terengah-engah, Puppy Machina segera berlari keluar dari halaman dengan bersemangat. Sambutannya bisa membuat orang takut dan cepat-cepat menyingkir, tapi ada juga yang tidak peduli dan mengabaikannya saja. Puppy Machina tidak akan terima kalau dirinya diabaikan. Dia akan menggonggong semakin keras. Ketika endusannya memberi tahu bahwa itu adalah orang lama yang sudah tinggal di daerah itu beberapa minggu, dia sedikit menurunkan suaranya walaupun masih pura-pura galak supaya tidak diremehkan. Akan tetapi kalau dari baunya ternyata orang itu fresh from the airport, inilah saatnya untuk menyalak sekeras-keras dan seseram-seramnya. Satu-satunya cara yang bisa kita lakukan adalah mengambil batu dan melemparkan padanya. Tidak perlu sampai kena, hanya mencegahnya mendekat walaupun tidak bisa menghentikan gonggongan.

Bisa dipastikan Puppy Machina sering melahirkan. Dadanya yang subur memperlihatkan bahwa anak-anaknya mendapat cukup pasokan susu. Tadinya saya berpikir betapa sengsaranya hidup seperti itu, tidak putus-putusnya hamil-melahirkan-hamil lagi-melahirkan lagi, begitu terus-menerus. Namun setelah memperhatikannya beberapa lama pikiran saya jadi berubah. Badan Puppy Machina terlihat kekar dan sehat dengan otot yang kuat. Bulu hitam legam dengan sedikit warna putihnya mengkilap dan pendek-pendek. Matanya cemerlang. Meskipun anjing kampung, hidupnya tidak sengsara seperti sesamanya yang sering kotor, tak terurus, dan sakit. Seringnya hamil justru merupakan tanda kepopulerannya di lingkungan anjing-anjing sekitar.

Setelah melahirkan enam ekor anak (lagi) Puppy Machina bisa merasa santai sekarang. Dengan lega dia mengaso di bawah sinar matahari. Anak-anaknya kadang-kadang menjengkelkannya karena selalu mendesak-desak merapat di badannya minta perhatian serta menyusu. “Aduh, geser sedikit dong! Mommy capek nih!” katanya. Yang bisa dilakukannya sekarang hanyalah bersabar. Benar saja, tak lama kemudian dua ekor anaknya diadopsi oleh seorang tetangga yang tertarik pada kegalakan Puppy Machina dan berharap anaknya bisa menjadi anjing penjaga yang baik kelak. Yang dua lagi dikorbankan dalam sebuah upacara suci (ups, ini baru gosip, jangan ditelan mentah-mentah ya). Seekor lagi diadopsi oleh seorang bule yang ingin punya anjing Bali walaupun sudah memiliki dua anjing impor. Sekarang tinggal anaknya yang terakhir. Dibandingkan dengan saudaranya yang lain, Si Kirik ini memang tidak terlalu menarik. Badannya kecil dan bulunya kusam.

Suatu hari, ketika Kirik sudah sedikit besar Puppy Machina berkata padanya, “Nak, pergilah ke ayahmu. Lebih baik kau tinggal bersamanya. Ayahmu itu tinggal di Penestanan Kelod. Kau akan senang hidup bersamanya.” Si Kirik merasa sedih tapi dia adalah anak anjing yang baik dan penurut. “Baik, Mommy,” jawabnya. Maka pergilah dia dengan berlari-lari kecil mencari ayahnya. Kita harapkan saja dia tidak tersesat dan berakhir menjadi anjing liar tak berumah yang harus kedinginan dan kepanasan di luar. Semoga saja tidak!

Puppy Machina meregangkan keempat kakinya. Dia menguap lebar-lebar dan menggeliat sedikit. Hari yang indah. Dengan tersenyum simpul dipakainya lipstik dan maskara. Dipandanginya dirinya sendiri di kaca. “Hah, aku bukan tandingan anjing-anjing betina kampung yang kotor-kotor itu.” Dia merasa puas diri. Kemarin dia sudah menolak dengan angkuh seekor anjing jantan yang mencoba mendekatinya. Dengan mendengus menghina dia berkata, “Jangan kira aku tidak tahu bahwa kamu suka menggoda sepupuku. Pergi sana, kamu bau dan perlu mandi air panas.” Dengan sedih dan malu anjing itu pergi dengan ekor terselip di antara kaki belakangnya.

Hari ini Puppy Machina merasa santai dan memiliki banyak waktu untuk melakukan apa saja yang disukainya. Didekatinya tempat sampah besar di mana banyak orang membuang sampah rumah tangga di sana. Dengan sedikit malas Puppy Machina mengendusi kantong-kantong plastik yang tercecer. Ada satu yang berisi jeroan ayam, baunya sudah busuk namun tentu saja ini bau yang sangat sedap bagi seekor anjing. Langsung dia bersemangat. Dengan taringnya yang tajam dia merobek-robek kantong itu dan memakan isinya. Lumayan juga sebagai camilan, pikir Puppy Machina. Makan yang sesungguhnya akan didapatnya sebentar lagi di rumah. Dia sangat terjamin dalam hal ini, sama sekali tidak perlu kuatir mengenainya.

Semakin sore Puppy Machina tidak tahan lagi berpura-pura tidak peduli. Ketika seekor anjing jantan yang cukup gagah datang mendekatinya dengan penuh minat, dia mengedipkan sebelah mata dan menggoyang sedikit pinggulnya. Namun kebanggaannya yang paling utama yang membuatnya merasa seperti putri kerajaan adalah ketika dikerubuti oleh dua atau tiga ekor anjing sekaligus, masing-masing berusaha menarik perhatiannya. Kadang-kadang mereka hanya santai berbaring-baring saja dan baru bangun ketika seseorang lewat. Dengan bergerombol mereka lebih percaya diri untuk mengintimidasi orang, dan itu biasanya berhasil. Seperti yang sudah saya katakan, cepatlah membungkuk, ambil batu, lempar! Tapi ingat, jangan sampai kena.

Puppy Machina tidak pernah kuatir akan masa depan atau menyesali masa lalu. Setiap hari yang baru dimulainya dengan santai namun penuh harapan. Makan cukup, hiburan menakut-nakuti orang serta mengejar-ngejar ayam cukup, perhatian dari para jantan cukup. Siapa bilang kehidupan anjing kampung tidak bisa membuat iri?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar