Namanya Puppy Machina. Tinggalnya di sebuah rumah tepat di
depan tanjakan yang terjal. Kalau kita teruskan menyusuri jalan ini, kita akan
sampai di perempatan di mana terdapat bale desa. Dengan perkataan lain, ini
adalah pusat desa. Kalau ada orang lewat di tanjakan itu sambil mendaki terengah-engah,
Puppy Machina segera berlari keluar dari halaman dengan bersemangat.
Sambutannya bisa membuat orang takut dan cepat-cepat menyingkir, tapi ada juga
yang tidak peduli dan mengabaikannya saja. Puppy Machina tidak akan terima
kalau dirinya diabaikan. Dia akan menggonggong semakin keras. Ketika endusannya
memberi tahu bahwa itu adalah orang lama yang sudah tinggal di daerah itu
beberapa minggu, dia sedikit menurunkan suaranya walaupun masih pura-pura galak
supaya tidak diremehkan. Akan tetapi kalau dari baunya ternyata orang itu fresh from the airport, inilah saatnya
untuk menyalak sekeras-keras dan seseram-seramnya. Satu-satunya cara yang bisa
kita lakukan adalah mengambil batu dan melemparkan padanya. Tidak perlu sampai
kena, hanya mencegahnya mendekat walaupun tidak bisa menghentikan gonggongan.
Bisa dipastikan Puppy Machina sering melahirkan. Dadanya
yang subur memperlihatkan bahwa anak-anaknya mendapat cukup pasokan susu.
Tadinya saya berpikir betapa sengsaranya hidup seperti itu, tidak
putus-putusnya hamil-melahirkan-hamil lagi-melahirkan lagi, begitu
terus-menerus. Namun setelah memperhatikannya beberapa lama pikiran saya jadi
berubah. Badan Puppy Machina terlihat kekar dan sehat dengan otot yang kuat.
Bulu hitam legam dengan sedikit warna putihnya mengkilap dan pendek-pendek.
Matanya cemerlang. Meskipun anjing kampung, hidupnya tidak sengsara seperti
sesamanya yang sering kotor, tak terurus, dan sakit. Seringnya hamil justru
merupakan tanda kepopulerannya di lingkungan anjing-anjing sekitar.
Setelah melahirkan enam ekor anak (lagi) Puppy Machina bisa
merasa santai sekarang. Dengan lega dia mengaso di bawah sinar matahari.
Anak-anaknya kadang-kadang menjengkelkannya karena selalu mendesak-desak
merapat di badannya minta perhatian serta menyusu. “Aduh, geser sedikit dong!
Mommy capek nih!” katanya. Yang bisa dilakukannya sekarang hanyalah bersabar.
Benar saja, tak lama kemudian dua ekor anaknya diadopsi oleh seorang tetangga
yang tertarik pada kegalakan Puppy Machina dan berharap anaknya bisa menjadi
anjing penjaga yang baik kelak. Yang dua lagi dikorbankan dalam sebuah upacara
suci (ups, ini baru gosip, jangan ditelan mentah-mentah ya). Seekor lagi
diadopsi oleh seorang bule yang ingin punya anjing Bali walaupun sudah memiliki
dua anjing impor. Sekarang tinggal anaknya yang terakhir. Dibandingkan dengan
saudaranya yang lain, Si Kirik ini memang tidak terlalu menarik. Badannya kecil
dan bulunya kusam.
Suatu hari, ketika Kirik sudah sedikit besar Puppy Machina berkata
padanya, “Nak, pergilah ke ayahmu. Lebih baik kau tinggal bersamanya. Ayahmu
itu tinggal di Penestanan Kelod. Kau akan senang hidup bersamanya.” Si Kirik
merasa sedih tapi dia adalah anak anjing yang baik dan penurut. “Baik, Mommy,”
jawabnya. Maka pergilah dia dengan berlari-lari kecil mencari ayahnya. Kita
harapkan saja dia tidak tersesat dan berakhir menjadi anjing liar tak berumah
yang harus kedinginan dan kepanasan di luar. Semoga saja tidak!
Puppy Machina meregangkan keempat kakinya. Dia menguap
lebar-lebar dan menggeliat sedikit. Hari yang indah. Dengan tersenyum simpul
dipakainya lipstik dan maskara. Dipandanginya dirinya sendiri di kaca. “Hah,
aku bukan tandingan anjing-anjing betina kampung yang kotor-kotor itu.” Dia
merasa puas diri. Kemarin dia sudah menolak dengan angkuh seekor anjing jantan
yang mencoba mendekatinya. Dengan mendengus menghina dia berkata, “Jangan kira
aku tidak tahu bahwa kamu suka menggoda sepupuku. Pergi sana, kamu bau dan
perlu mandi air panas.” Dengan sedih dan malu anjing itu pergi dengan ekor
terselip di antara kaki belakangnya.
Hari ini Puppy Machina merasa santai dan memiliki banyak
waktu untuk melakukan apa saja yang disukainya. Didekatinya tempat sampah besar
di mana banyak orang membuang sampah rumah tangga di sana. Dengan sedikit malas
Puppy Machina mengendusi kantong-kantong plastik yang tercecer. Ada satu yang
berisi jeroan ayam, baunya sudah busuk namun tentu saja ini bau yang sangat
sedap bagi seekor anjing. Langsung dia bersemangat. Dengan taringnya yang tajam
dia merobek-robek kantong itu dan memakan isinya. Lumayan juga sebagai camilan,
pikir Puppy Machina. Makan yang sesungguhnya akan didapatnya sebentar lagi di
rumah. Dia sangat terjamin dalam hal ini, sama sekali tidak perlu kuatir
mengenainya.
Semakin sore Puppy Machina tidak tahan lagi berpura-pura
tidak peduli. Ketika seekor anjing jantan yang cukup gagah datang mendekatinya dengan
penuh minat, dia mengedipkan sebelah mata dan menggoyang sedikit pinggulnya.
Namun kebanggaannya yang paling utama yang membuatnya merasa seperti putri
kerajaan adalah ketika dikerubuti oleh dua atau tiga ekor anjing sekaligus,
masing-masing berusaha menarik perhatiannya. Kadang-kadang mereka hanya santai
berbaring-baring saja dan baru bangun ketika seseorang lewat. Dengan
bergerombol mereka lebih percaya diri untuk mengintimidasi orang, dan itu
biasanya berhasil. Seperti yang sudah saya katakan, cepatlah membungkuk, ambil
batu, lempar! Tapi ingat, jangan sampai kena.
Puppy Machina tidak pernah kuatir akan masa depan atau menyesali
masa lalu. Setiap hari yang baru dimulainya dengan santai namun penuh harapan. Makan
cukup, hiburan menakut-nakuti orang serta mengejar-ngejar ayam cukup, perhatian
dari para jantan cukup. Siapa bilang kehidupan anjing kampung tidak bisa membuat
iri?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar