Senin, 09 Januari 2012

Antara Bunga Sesajen dan Cerita Hantu


Di pagi hari, sambil sarapan di meja dapur saya suka mengawasi Kadek, tetangga saya, dari pintu yang sedikit terbuka. Setiap pagi Kadek dalam sarung dan kebayanya meletakkan sesajen dan melakukan upacara di tempat khusus yang ada di halaman rumah. Saya suka sekali dengan gerakan tangannya yang seperti orang menari. Dengan sekuntum bunga kamboja dijepit di antara jari, dia melambaikan tangannya. Dia juga memercikkan air dan membakar dupa. Setelah selesai melakukan ini, Kadek akan mengitari rumah saya untuk melakukan hal yang sama di teras. Tempat sesajen yang saya miliki ini jauh lebih kecil, hanya ditempelkan di tembok di suatu ketinggian.

Upacara semacam ini dilakukan oleh perempuan Bali di seluruh penjuru Pulau Dewata. Kita bisa menemukan sesajen di mana-mana, karena selain di rumah dan tempat usaha, orang Bali juga akan meletakkan sesajen di jembatan, di pinggir jalan, termasuk juga di semua kendaraan baik mobil maupun sepeda motor. Kalau sesajen harian itu ukurannya kecil, maka sesajen untuk upacara di hari-hari istimewa ukurannya lebih besar dan rumit. Kadang-kadang saya mendapati jalan yang penuh rontokan kelopak bunga serta potongan janur di tempat upacara agama baru diselenggarakan. Inilah yang dinamakan dengan sampah yang enak dipandang mata. Memang orang Bali dekat hubungannya dengan sesajen. Konon, kata ‘Bali’ sendiri berasal dari kata ‘bebali’ yang artinya sesajen.


sesajen di pinggir jalan
Ketika sedang berjalan-jalan bersama seorang teman kami melewati jembatan besar. Di dinding pembatas jembatan itu kami mendapati banyak sesajen yang terdiri dari bunga-bunga, nasi, biskuit dalam wadah yang dibuat dari janur. Di antara sesajen itu teman saya menemukan tiga buah permen lolipop. Diambilnya semua permen itu dan ditawarkan satu kepada saya. Dengan halus saya menolak, bilang nanti saja makan permennya. Padahal sih, saya takut kuwalat! Dengan hati-hati kami melongok ke bawah jembatan. Air mengalir deras di bawah sana, jauh sekali, sedangkan tepinya terjal dan dipenuhi tumbuh-tumbuhan liar yang sangat rapat. Rasanya tempat seperti ini memang memerlukan sesajen. Saya rasa tidak ada salahnya untuk percaya bahwa ada sesuatu yang ‘hidup’ di tempat-tempat yang terlihat sedikit ‘liar’. Bukankah kehidupan ada di mana-mana, termasuk dalam sebutir batu yang dianggap benda mati. Batu terdiri dari banyak molekul, molekul terdiri dari atom-atom. Dalam sebuah atom ada elektron-elektron yang selalu bergerak mengelilingi intinya. Di mana ada gerakan, di sana ada kehidupan.

Anehnya, walaupun saya mengapresiasi kepercayaan orang Bali, saya tidak bisa menghargai cerita-cerita hantu atau makhluk halus yang serba berlebihan. Seorang teman kantor saya dulu hobi sekali bercerita tentang hantu. Setiap kali bercerita dia akan bersikap seolah-olah dia sendiri yang mengalaminya, bahkan tak segan-segan mengatakan bahwa dia melihat hantu dengan mata kepalanya sendiri. Tak lupa dia memberikan berbagai tips melawan hantu, di antaranya jangan lupa mengikat rambut yang panjang sebelum tidur, karena kalau tidak, hantu akan menganggap kita sebagai teman sebangsanya. Karena frekuensi ceritanya yang sangat tinggi, saya merasa terganggu sekali jadinya.


Beberapa waktu yang lalu saya menghabiskan beberapa hari di sebuah vihara di Singaraja. Pada suatu malam, seorang peserta dari negara asing tidak muncul ketika waktu tidur tiba. Tadinya teman sekamarnya akan melapor, namun kira-kira pada jam tiga subuh orang yang hilang ini, seorang gadis yang masih muda, tiba-tiba muncul tidak kurang suatu apa. Waktu ditanya dia bercerita bahwa dia tidur di balai-balai yang terletak di kebun buah vihara. Padahal, kebun buah ini penuh dengan pohon-pohon besar, semak-semak, udaranya lembab dan selalu sedikit gelap bahkan di siang hari. Di siang hari tempat ini memang sering dipilih karena peserta yang malas atau capek meditasi bisa istirahat tidur siang. Tapi di malam hari? Apa tidak takut hantu? Kami semua takjub, namun saya rasa enak juga kalau sedari kecil kita tidak pernah ditakut-takuti soal hantu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar