Selasa, 21 Februari 2012

Bukan Kalender Biasa


Kafe ajaib yang saya datangi cuma untuk pai apelnya ini sering membuat saya menderita sindrom Skuter (Skuter adalah nama kafe tersebut) setelahnya. Karena sudah kapok bereksperimen dengan menu-menu yang ada di sini, biasanya sindrom ini disebabkan karena saya datang terlalu pagi dan pai apelnya masih ada di oven sehingga saya harus memilih kue jenis lain. Sesudahnya, perut saya akan terasa aneh yang cuma bisa disembuhkan dengan teh panas yang pahit. Karena itu saya agak heran juga kenapa saya cukup sering datang ke sini. Apakah karena dekat atau kebiasaan, saya tidak tahu pasti. Kalau mau jujur sih, mungkin saya harus mengakui bahwa bagaimanapun kafe ini adalah sumber berita dan gosip yang sering renyah bin krispi, terutama berita tidak penting mengenai orang-orang yang tinggal sekitar daerah ini. Walaupun beritanya sering tidak bermutu, kadang-kadang ada juga yang layak untuk diberi perhatian, seperti yang akan saya ceritakan di sini.

Seorang Bali berusia lima puluhan terjatuh dari sebuah tebing terjal ketika sedang menebang pohon bambu. Cukup parah juga, tulang punggungnya menghantam keras tanah sehingga dia menjadi lumpuh. Dia tidak bisa bekerja lagi. Malangnya, tidak seorang pun diperkenankan menolong bapak ini karena dia menebang bambu pada hari yang salah. Di hari naas itu orang pantang menebang bambu. Oleh karena orang tidak diperkenankan menolong korban, beberapa ekspatriat daerah ini mengumpulkan sumbangan agar bisa menopang kehidupan bapak ini.

Apakah cerita ini berlebihan, seperti biasa tidak bisa dipastikan. Saya tidak tahu seberapa parah cederanya, tidak tahu apakah bapak ini punya sanak-saudara atau tidak. Saya juga tidak mau menilai apakah larangan untuk menolong ini kejam atau tidak. Yang ingin saya katakan adalah, banyak larangan dan pantangan yang sering tidak masuk akal itu sebenarnya ada dasar pemikiran rasionalnya. Larangan untuk menebang pohon dan membuka ladang di daerah tertentu di sebuah hutan, misalnya. Biasanya orang ditakut-takuti, disebarkan berita tempat itu angker dan banyak dedemitnya yang bisa membuat pelanggarnya sakit panas atau kesurupan. Ini pada dasarnya untuk melindungi hutan itu sendiri, pengetahuan bijaksana yang didapatkan secara turun-menurun. Jangan lupa, hutan adalah sumber air. Begitu juga larangan untuk menangkap ikan di tempat tertentu dan pada waktu tertentu, sebenarnya mempunyai tujuan untuk memberi kesempatan pada ikan-ikan untuk berkembang biak dahulu. Ikan-ikan ini bisa ditangkap dan disantap lagi kemudian, kalau jumlahnya sudah banyak dan ukurannya cukup besar sehingga yang makan pun akan kenyang hehehe.

Kapan hari baik atau kurang baik untuk melakukan suatu kegiatan itu dapat dilihat dalam kalender Bali. Begitu juga hari-hari pentingnya. Untuk bulan Februari ini misalnya, ada tiga hari penting, yaitu Galungan, Umanis Galungan, dan Kuningan yang masing-masing jatuh pada tanggal 1,2, dan 11. Hari-hari penting lainnya adalah tanggal 4,5,6,7,8,10,15,17,21. Aw, kapan hari santainya ya? Juga diberikan petunjuk kapan membuat bendungan, sumur, penangkap ikan, dsb. Kapan jangan melakukan upacara, jangan membajak, jangan membuat terowongan. Kapan harus memberi nasihat. Nah, yang ini penting nih. Untuk mereka yang nasihatnya tidak pernah didengarkan orang, mungkin itu cuma masalah waktu yang tidak tepat. Ganti saja harinya, pasti semua yang dinasihati akan manggut-manggut, dijamin :). Pokoknya, semakin dibaca semakin ketahuan lengkapnya kalender ini. Tapi masih ada yang kurang. Hari libur nasional yang jatuh pada tanggal 5 Februari tidak ada di sana. Juga tidak tertera kapan gergaji listrik dan pengaduk semen dilarang beroperasi, padahal itu penting sekali untuk saya :(.

Bicara mengenai kalender, sampai bulan Februari hampir habis saya masih belum punya kalender. Aneh juga, bagaimana mungkin benda yang sesederhana itu susah sekali dapatnya. Walaupun entah apa kegunaannya karena saya bekerja menuruti mood dan bukan menuruti hari, saya punya perasaan samar-samar tidak jelas bahwa tahu hari-hari libur nasional itu ada manfaatnya suatu hari nanti. Waktu pergi ke Gramedia Denpasar yang ada cuma kalender Bali. Di Ubud pernah hampir beli, tapi ternyata di dalamnya tidak dicantumkan satu hari libur nasional pun. Maklum, ini pasar untuk turis, hari libur nasional kita tidak penting untuk mereka. Akhirnya pada suatu hari teman saya Aryo memberi sebuah kalender yang didapatnya dari seorang ibu tua. Ini ada ceritanya sendiri.

Ibu ini tidak punya rumah maupun sanak-saudara. Dia menggelandang di Ubud, tidur di mana saja dia tidak diusir. Aryo kadang-kadang memberinya uang, biasanya 100 ribu sekali beri. Lama tidak bertemu, suatu hari ketika kami sedang ngobrol di sebuah kafe ibu ini menghampiri dan meminta uang pada Aryo. Ini suatu hal yang baru karena belum pernah terjadi sebelumnya. Aryo memintanya pergi ke pojokan jalan dan memberinya uang di sana. Sebagai balasannya perempuan ini memberi sebuah kalender dan brosur tebal. Aryo memberikan semua itu pada saya karena dia tahu sudah lama saya cari kalender.

Saya senang sekali sekaligus kagum karena dalam keadaan miskin ibu itu masih punya harga diri. Saya juga ingat bahwa Aryo pernah diberinya sebungkus roti mari bertabur wijen yang ternyata enak juga. Saya periksa kalendernya, ternyata keluaran sebuah bank nasional terkenal. Kertasnya tebal dan kualitas cetakannya bagus sekali. Sesudah saya bolak-balik, baru saya melihat tahunnya di bagian paling depan. 2011! Semua yang duduk semeja tertawa terbahak-bahak. Aryo cuma bisa menghibur, katanya saya akan dapat kalender juga kalau sudah tiba saatnya nanti. Yah, mudah-mudahan saja jauh sebelum bulan Desember tiba.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar